Pemerintah Seharusnya Fokus Tangani COVID-19 Ketimbang Dorong Draf Perpres TNI

Senin, 01 Juni 2020 – 08:25 WIB
Prajurit TNI. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi menilai penyerahan draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme pada awal Mei lalu oleh pemerintah ke DPR sengaja memanfaatkan pandemi COVID-19.

“Ada kesan seperti memanfaatkan situasi yang ada,” kata salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik(FISIP) Universitas Indonesia, Nur Iman Subono, Senin (1/6).

BACA JUGA: TNI Diminta Ikut Mendisiplinkan Masyarakat agar Menaati Protokol Kesehatan

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya fokus dalam penanganan COVID-19, bukan justru memanfaatkan situasi ini dengan berharap tak adanya pihak yang mengkritisi.

Padahal, kata dia, rancangan perpres itu menyalahi perundangan yang ada dan berpotensi memunculkan berbagai persoalan seperti tertuang dalam petisi sejumlah aktivis, akademisi dan tokoh masyarakat tertanggal 27 Mei lalu.

BACA JUGA: Draf Perpres TNI Bisa Membingungkan dalam Penegakan Hukum Kasus Terorisme

“Iya betul (fokus pemerintah harusnya ke penanganan wabah COVID-19). Masalahnya, masyarakat umum apa pedulinya, apalagi dalam masa pandemi seperti ini,” ujar dia.

“Kesannya ada faksi dalam.pemerintahan, bisa faksi militer yang ingin menyusupkan Perpres segera ditandatangani,” lanjut dia.

BACA JUGA: Rencana Perpres TNI Mengatasi Aksi Terorisme Dipertanyakan Lagi

Nur Iman pun menerangkan, alasan mengapa draf tersebut harus ditolak karena bertentangan dengan UU di atasnya, seperti UU TNI dan UU Anti Terorisme.

“Salah satu hal yang bertentangan itu di antaranya menurut UU TNI Pasal 7 ayat 2 , pelibatan TNI untuk operasi militer selain perang salah satunya atasi aksi terorisme baru dapat dilakukan kalau sudah ada keputusan politik negara,” papar Nur Iman.

Adapun keputusan politik negara yang dimaksud dalam UU TNI adalah keputusan presiden dengan konsultasi DPR. Sementara di dalam perpres, pengerahan militer dalam penindakan cukup hanya dengan perintah presiden.

“Jadi perintah itu bisa tertulis dan bisa tidak dan tanpa ada konsultasi DPR sebagai bentuk check and balances. Karenanya perpres bertentangan dengan UU TNI,” imbuhnya.

Seperti halnya tokoh yang menolak perpres tersebut, ia menilai bila aturan itu melenggang bebas dan diberlakukan, pengaturan kewenangan TNI yang terlalu berlebihan sehingga akan mengganggu mekanisme criminal justice sistem, mengancam HAM dan kehidupan demokrasi.

Menurutnya, ada hal lain yang menjadi perhatian serius di dalam petisi adalah persoalan dari perpres tersebut. Seperti mekanisme akuntabilitas untuk tunduk dalam sistem peradilan umum serta penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme. (cuy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Djainab Natalia Saroh, Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler