jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah dinilai tidak serius menangani para pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung, di Tanah Karo, Sumut. Yang aneh lagi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBN) ngotot menganggap belum perlu tragedi ini naik status menjadi bencana nasional, tapi di sisi lain mulai mengeluhkan soal pendanaan.
"Itu menunjukkan pemerintah setengah hati menangani pengungsi Sinabung. Ini malapetaka sudah lama terjadi, tapi pemerintah masih gamang terus," ujar anggota DPR dari dapil yang mencakup Tanah Karo, Martin Hutabarat, kepada JPNN kemarin (24/6).
BACA JUGA: Tindaklanjuti Perintah Presiden, BP Batam Langsung Koordinasi dengan Pengusaha Shipyard
Kegamangan pemerintah, lanjut Martin, terlihat dari lambatnya proses relokasi. Mestinya, relokasi sudah dilakukan sejak awal, secara cepat, sehingga tidak menumpuk seperti sekarang ini.
"Jika yang dikeluhkan soal lahan, apa nggak bisa ambil sedikit hutan untuk lahan relokasi? Luas hutan kita yang dibiarkan rusak saja mencapai 50 juta hektar," cetus Martin.
BACA JUGA: Tersandung Korupsi Proyek Masterplan Pariwisata, Kepala Bappeda Anambas Ditahan
Jadi, menurutnya, sangat tidak masuk akal jika BNPB mengeluhkan soal lahan, termasuk lahan untuk pertanian yang baru. Begitu pun soal pendanaan, menurut Martin, uang pemerintah saat ini melimpah sebagai dampak menurunnya harga minyak dunia. "Untuk subsidi BBM diplot Rp 400 triliun tapi harga minyak dunia turun. Ada uang saat ini sekitar Rp 200 triliun, masa dibilang kurang dana?" cetusnya.
Mengenai penanganan pengungsi, menurut Martin, pemerintah dalam hal ini BNPB juga tidak punya konsep yang jelas. Mestinya, ketika merasa lahan pertanian terbatas, segera ambil langkah lain, misal memberikan pelatihan-pelatihan agar para pengungsi punya keahlian lain, selain bertani.
BACA JUGA: Selundupkan Sabu 1 Kilogram, Wanita Ini Divonis 15 Tahun Penjara
Pernyataan Martin menanggapi keterangan pers dari Jubir BNPB Sutopo Purwo Nugroho, kemarin. Sutopo mengatakan, erupsi Gunung Sinabung sangat unik. Aktivitas erupsi yang naik turun menyebabkan pengungsi harus bolak-balik dari rumahnya ke pengungsian.
"Sampai kapan erupsi akan berakhir tidak ada yang tahu. Sementara itu rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana juga harus segera dilakukan. Sementara itu, regulasi yang menyangkut pendanaan bencana tersekat-sekat dalam setiap tahapan bencana. Ini merupakan salah satu kendala penanganan erupsi Gunung Sinabung," ujar Sutopo.
Dijelaskan, ada tiga hal yang harus ditangani di Sinabung. Pertama adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi 10.184 jiwa (3.030 KK) pengungsi dari 11 desa yang tersebar di 10 pos pengungsian. Saat ini semua kebutuhan dasar secara umum tercukupi.
Kedua, relokasi bagi 2.053 KK (6.179 jiwa) dari 7 desa yang dinyatakan dilarang untuk kembali ke desa asalnya. Mereka saat ini tinggal di hunian sementara. Pemerintah sejak Juni 2014 hingga sekarang memberikan bantuan sewa rumah Rp 3,6 juta/KK/tahun dan sewa lahan pertanian Rp 2 juta/KK/tahun.
Relokasi tahap pertama adalah 370 KK dari Desa Sukameriah, Simacem, dan Bekerah. Kebutuhan anggaran untuk relokasi 370 KK adalah Rp 141,3 milyar. Ini untuk pembangunan permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor.
Sedangkan untuk relokasi tahap kedua yaitu 1.683 KK dibutuhkan dana Rp 522 milyar. Kebutuhan ini di luar dari pembangunan sabo dam untuk menahan lahar hujan di sekitar Gunung Sinabung. "Masalah ketersediaan lahan untuk relokasi adalah masalah penting karena kenyataannya tidak mudah mencari lahan kosong," ujarnya.
Hal yang ketiga adalah penanganan dampak erupsi Gunung Sinabung yang non relokasi. Saat ini banyak warga desa di sekitar Gunung Sinabung yang tidak dapat melakukan budidaya pertanian dan perkebunan karena lahannya rusak akibat pasir dan debu erupsi. Beberapa fasum dan fasos juga rusak. "Perlu penanganan yang komprehensif baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... NTT Dilanda Gizi Buruk, PMKRI Ajukan Class Action
Redaktur : Tim Redaksi