Pemikiran Keturunan Kartini yang Kini Jadi Pastor di Paroki Kristus Radja

Selasa, 21 April 2015 – 08:18 WIB
Prof Dr KRMT John Tondowidjojo Tondodiningrat atau yang akrab disapa Romo Tondo di depan mesin ketik andalannya. FOTO: Kardono / JAWA POS

jpnn.com - PENDIDIKAN dan kemanusiaan menjadi topik besar dalam kehidupan Kartini dan 10 saudara kandungnya. Hingga kini, keturunannya meneruskan semangat yang sama. Salah satunya adalah Prof Dr KRMT John Tondowidjojo Tondodiningrat, cucu RA Kartini dari kakaknya, Sosroboesono. Kini dia menjadi seorang pastor di Paroki Kristus Radja, Surabaya.

---

BACA JUGA: Kubu Agung: Maaf, Bukan Balik Ancam

Garis keturunan Kartini dicatat dengan baik dan rapi. Romo Tondo, panggilan akrabnya, dengan hati-hati membentangkan kertas selebar A2 yang berisi pohon silsilah dari generasi ke generasi. "Nah, ini ada nama Kartini dan Eyang Sosroboesono. Segaris dari Prabu Brawijaya V," kata Romo Tondo seraya menyusuri batang pohon cabang batang keluarga Kasepuhan Tjondronegoro. Adanya darah bangsawan itu membuat kehidupan Kartini sangat kental dengan adat istiadat budaya Jawa pada masa itu. 

Untung, ayah Kartini, RM Sosroningrat, berpikiran terbuka. "Buktinya, Kartini dan adik-adiknya disekolahkan. Saat dipingit ya diberi guru. Saya tidak sempat mengenal mereka karena belum lahir, tapi sikap beliau selalu diceritakan jadi panutan," ungkapnya. 

BACA JUGA: Bripda Nina, Srikandi Cantik di Detasemen Gegana, Brimob Polda Aceh

Untuk anak-anak perempuannya, Sosroningrat mau memfasilitasi pendidikan, apalagi untuk anak-anak laki-lakinya. Akses pendidikan terbuka lebar untuk anak-anak priyayi, bahkan bisa mendapat beasiswa bersekolah di Belanda.

Salah seorang yang melesat adalah kakak kedua Kartini, Sosrokartono. Jejak pendidikannya cemerlang, menguasai 26 bahasa, dan menjadi wartawan pertama Indonesia yang meliput Perang Dunia. 

BACA JUGA: Politikus PDIP Sebut Banyak Menteri Masih Belajar

"Kartini mengidolakannya, ingin sekolah ke Belanda, dan rajin menulis juga. Sayang, niat itu dihalang-halangi karena dia perempuan. Eyang Kartono juga idola saya," cerita pemilik nama asli Johny Tondowidjojo tersebut. Gigih menimba ilmu bak bakat yang diturunkan dalam garis keturunan.

Tondowidjojo muda berangkat ke Italia setelah menyelesaikan pendidikan seminari Madiun dan Sekolah Tinggi Filsafat Surabaya (sekarang tidak ada). Dia mengambil studi teologia di Collegio Sale-Bignole, Jenewa, Swiss, kemudian memperdalam ethnologia di Pontificia Universitas Urbaniana Roma, Italia. Dia juga mengambil studi musik di Centro Della Cultura, Venezia. 

Romo Tondo bertolak ke Inggris untuk memperdalam studi tentang komunikasi, seni, dan media. Guru besar bidang komunikasi itu berkesempatan menimba ilmu di berbagai negara, seperti Irlandia, Amerika Serikat, dan Filipina. Dia juga terlibat riset di negara-negara Asia seperti Taiwan dan Tiongkok.

Meski capaiannya tergolong hebat, pastor di paroki Kristus Raja itu tidak mau membanggakannya. "Banyak saudara yang tinggal di Belanda dan Jerman, pintar dan sukses. Ada salah seorang profesor di IPB yang saudara saya juga," jelas pria 81 tahun itu. 

Apakah pendidikan yang tinggi dan ilmu yang berlimpah hanya disimpan sebagai sebuah capaian? "Tentu tidak. Keluarga kami ini broad-minded dengan pergaulan yang luas. Kebanyakan fokusnya pendidikan untuk ikut mencerdaskan bangsa," bebernya. 

Setiap tahun keluarga besar Kartini pasti bertemu meski tidak ada haul khusus dengan jadwal yang pasti. Keluarga besar Kartini, seperti yang disebutkan Romo mewarisi pemikiran broad-minded, menerima perbedaan dengan sangat toleran. "Islam, Kristen, atau apa pun tidak ada masalah bagi kami. Yang penting saling mengasihi," tutur Romo yang juga gemar menulis itu. (puz/c7/nda)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Reshuffle, Politikus PDIP: Lebih Cepat Lebih Baik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler