Pemilihan Pimpinan MPR Berpotensi Jadi Pertarungan Tiga Kubu

Minggu, 28 Juli 2019 – 19:47 WIB
Suasana sidang MPR RI. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Paket pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari empat fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ditambah satu orang dari kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Direktur EmrusCorner Emrus Sihombing menyarankan pemilihan pimpinan MPR dilakukan dengan sistem musyawarah. Hanya saja, kata Emrus, kalau memang harus terjadi voting, maka bisa tercipta tiga paket.

BACA JUGA: Pengamat: Pemilihan Pimpinan MPR Sebaiknya Lewat Musyawarah

Dia beralasan, kalau misalnya soliditas partai koalisi pendukung Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin semakin berkurang, maka bisa saja terbentuk satu paket lagi. Artinya, akan ada dua paket dari partai koalisi pendukung Jokowi - Ma'ruf.

Dia menjelaskan, hipotesanya adalah bila ada parpol yang kepentingan politiknya belum terakomodasi, dan juga tidak sependapat dengan masuknya anggota koalisi baru, maka bisa saja membentuk paket lagi.

BACA JUGA: Perubahan UUD NRI Tahun 1945 Harus Menunggu Momen Yang Tepat

Selain itu, kata dia, partai koalisi pendukung Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, di luar Partai Gerindra, bisa juga membentuk satu paket lagi. "Jadi, kalau voting terjadi bisa tiga paket," ujarnya, Sabtu (27/7) malam.

BACA JUGA: GBHN Dihidupkan Lagi, Buka Peluang MPR Bisa Makzulkan Presiden

BACA JUGA: GBHN Dihidupkan Lagi, Buka Peluang MPR Bisa Makzulkan Presiden

Menurut Emrus, salah satu paket yang dibentuk itu bisa saja untuk memecah suara. Artinya, ujar Emrus, bisa saja ada kompromi politik sebelumnya di belakang panggung, untuk membentuk paket yang berfungsi memecah suara. "Jadi, salah satu paket yang dibentuk itu bisa saja untuk memecah suara," jelas Emrus.

Lebih lanjut Emrus menyatakan, kalau memang nanti terjadi musyawarah, maka hanya akan ada dua paket yang dimusyawarahkan. Berdasar hasil musyawarah, kata Emrus, akan diputuskan satu paket yang dipilih aklamasi. "Musyawarah itu salah satu paket disetujui, atau dari dua paket itu berbaur menjadi satu untuk dimusyawarahkan," ungkap Emrus.

Nah, kata dia, kompromi harus dilakukan dengan semangat kebangsaan, bukan karena kepentingan pragmatis. "Kompromi kebangsaan bukan kompromi pragmatis," tegasnya.

Dia menegaskan, daripada dengan voting sebaiknya pemilihan dilakukan menggunakan musyawarah. Menurut dia, kalau voting, sama saja MPR tidak mengindahkan musyawarah. "Jadi harus musyawarah, jangan voting, supaya tetap terjaga muruah MPR," jelasnya. (Boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacana Menghidupkan GBHN Perlu Kajian Mendalam


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler