Pemilik Rumah Kelahiran Bung Karno Tak Sepakat Harga Appraisal

Senin, 11 Agustus 2014 – 08:18 WIB
BERSEJARAH: Rumah kelahiran Bung Karno di Jalan Pandean, Kecamatan Genteng, Surabaya. Foto: Dipta Wahyu/Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA – Rumah kelahiran Presiden Pertama RI, Bung Karno di Jalan Pandean IV Nomor 40, Surabaya sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya. Pemkot Surabaya berkeinginan membeli rumah tersebut. Sayangnya, keinginan tersebut tak bisa segera dilaksanakan karena pemilik rumah tak sepakat dengan harga yang ditawarkan.

Berdasar pantauan di lapangan, rumah itu tampak kusam. Cat putih yang mendominasi dinding depan rumah tersebut juga mengelupas. Kusen pintu dan jendela juga kurang terawat.

BACA JUGA: Anggota Paskibraka Keracunan, Wako Makassar Geram

Walaupun tidak terawat, rumah tersebut merupakan tempat yang bersejarah. Di situlah Bung Karno dilahirkan. Sebagai tetenger, di depan rumah itu tertempel kain merah putih dengan foto Bung Karno dan tulisan “Di Sini Tempat Kelahiran Proklamator Indonesia I.”

Rumah itu sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Bangunan itu harus tetap dirawat dengan baik oleh pemiliknya.

BACA JUGA: Sabtu Depan, Warga Labuhanbatu Perantauan Kumpul di TMII

Melihat nilai sejarah yang begitu tinggi dari rumah bergaya kolonial itu, Pemkot Surabaya sebenarnya ingin membeli bangunan tersebut. Dengan tujuan, rumah itu tetap terawat dan menjadi museum sejarah. Sekaligus menjadi wisata heritage, baik turis asing maupun lokal.

Rumah itu juga bisa menjadi tempat pembelajaran bagi para siswa yang ingin mengetahui tentang sejarah bangsa ini. Jadi, siswa tidak hanya tahu sejarah dari buku. Mereka bisa langsung melihat lokasi di mana sejarah itu terjadi. Pembelajaran seperti itu lebih mengena dibanding hanya membaca buku.

BACA JUGA: Gubernur Sumut Terima Penghargaan dari Menristek

Camat Genteng, Eddy Christijanto menyatakan, pemkot serius membeli rumah tersebut. Namun, pemiliknya belum sepakat dengan harga yang ditawarkan. Pemkot tidak sembarang menawarkan harga, tapi berdasar harga appraisal. Jadi, sudah melalui perhitungan nilai objek yang akan dibeli.

Pemilik rumah, lanjut mantan camat Pakal itu, tetap tidak bersedia. Padahal, harga yang ditawarkan cukup besar, yaitu Rp 750 juta. Harga itu jauh dari harga pasaran rumah di wilayah tersebut. Apalagi, ukuran rumah itu cukup sempit, sekitar 6 x 14 meter.

“Bila dibandingkan dengan harga rumah di wilayah tersebut, yang appraisal sudah mahal. Pemilik ternyata minta harga lebih dari yang ditetapkan,” terangnya. Pemkot akan melakukan negosiasi dengan pemilik rumah agar bisa menjual rumah tersebut.

Selain rumah kelahiran Bung Karno, di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, ada beberapa rumah bersejarah lain. Yaitu, rumah HOS Cokroaminoto di Jalan Peneleh VIII. Rumah itu terawat dengan baik dan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, serta menjadi wisata heritage yang sering dikunjungi turis.

Berbeda dengan rumah Bung Karno, untuk mengelola rumah pahlawan nasional itu, Pemkot Surabaya tidak perlu membelinya. Ahli waris atau keluarga HOS Cokroaminoto menyerahkan rumah tersebut kepada pemkot untuk dikelola dan dijadikan museum sejarah Indonesia. “Pemkot hanya mengeluarkan dana untuk pemeliharaan,” kata Eddy.

Untuk itu, pemkot mengapresiasi ahli waris keluarga HOS Cokroaminoto karena dengan sukarela menyerahkan rumah tokoh besar itu kepada pemerintah.

Selain dua rumah itu, ada satu lagi rumah yang sarat dengan nilai sejarah. Yaitu, rumah kelahiran Roeslan Abdulgani yang terletak di Jalan Pelampitan VIII. Rumah tersebut juga terawat dengan baik.

Sampai sekarang, rumah itu dihuni keluarga Roeslan, yaitu keponakannya, Rahma Rondang Aristin. Rahma adalah anak dari adik perempuan Roeslan, Siti Zaenab Soeinggar. “Ini rumah peninggalan yang harus kami rawat dengan baik,” kata Rahma.(lum/c17/ai)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemkot Surabaya Gerebek Rumah Karaoke dan Panti Pijat di Dolly-Jarak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler