Pemkot Surabaya Gerebek Rumah Karaoke dan Panti Pijat di Dolly-Jarak

Angkut 100 Perempuan dan Lima Laki-Laki

Senin, 11 Agustus 2014 – 07:33 WIB
Foto: Frizal/Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA – Pemkot Surabaya akhirnya menunjukkan ketegasan kepada pengelola rumah hiburan umum (RHU) tidak berizin yang nekat beroperasi di eks lokalisasi Dolly-Jarak. Sabtu malam (9/8), dibantu ratusan personel Polrestabes Surabaya dan Garnisun Tetap III/Surabaya, pemkot merazia kawasan prostitusi itu.

Sebanyak 535 personel gabungan datang pukul 20.45. Mereka terbagi dalam beberapa tim dan langsung menyisir tiap gang di kawasan eks prostitusi yang penutupannya dideklarasikan pada 18 Juni lalu itu.

BACA JUGA: Ombak Pulau Merah di Banyuwangi Nyaris Makan Korban

Sasaran razia tersebut bukan hanya wiswa yang masih nekat buka. Tapi, rumah karaoke dan panti pijat juga digerebek. Para terapis, karyawan karaoke, serta perempuan pemandu karaoke alias purel dibawa ke markas satpol PP untuk didata. Total ada 100 perempuan dan lima pemuda yang diangkut dengan truk.

Pendataan itu ditujukan untuk mendeteksi para pekerja seks komersial (PSK) Dolly-Jarak yang beralih kerja menjadi purel atau terapis. Pemkot sangat khawatir para PSK tersebut kembali terjun ke bisnis prostitusi terselubung dengan kedok terapis pijat dan purel. ’’Kami ingin memverifikasi identitas mereka dengan data kami,’’ ungkap Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto yang ditemui di lokasi.

BACA JUGA: Wali Kota Sebut Dana Konsumsi Paskibraka Dikorupsi

Niat itu sempat ditentang pemilik rumah karaoke Dondong. Semula petugas satpol PP, linmas, dan polisi sudah masuk ke dalam tempat karaoke dan pub tersebut. Bahkan, petugas masuk ke lantai 2 dan menemukan sebuah ruangan khusus untuk memajang purel. Di dalam ruangan itu, tidak kurang dari 30 perempuan sedang duduk santai menunggu pria yang ingin ditemani berkaraoke. Hampir seluruh perempuan tersebut memakai rok mini hampir di pangkal paha. Beberapa perempuan juga menggunakan pakaian dengan potongan dada rendah.

Saat petugas datang, mereka tidak bisa lari ke mana-mana. Sebab, ruangan itu hanya memiliki satu pintu keluar. Pintu lain adalah pintu ke ruang ganti dan tempat merias diri. ’’Tidak akan diapa-apakan. Hanya didata,’’ ujar seorang petugas satpol PP.

BACA JUGA: Pungli di Jembatan Comal, 10 Polisi Ditangkap

Tapi, para perempuan itu takut. Ada yang menutup wajah dengan tangan lantaran takut dijepret kamera petugas. Sebagian langsung mencari kartu identitas di dompet masing-masing. ’’Ojo poto-poto Pak, engko anakku ngerti (jangan foto-foto Pak, nanti anak saya tahu),’’ ujar salah seorang perempuan. ’’Bapakku yo iso jantungan nang ndeso. Yaopo lek mati (ayah saya yang di desa bisa jantungan. Bagaimana kalau meninggal?),’’ ujar yang lain.

Mereka lantas digiring ke luar ruangan itu menuju lantai 1 dan tembus di ruangan agak besar untuk konser musik dangdut. Petugas terlihat menggandeng tangan mereka agar tidak lari.

Saat akan dibawa ke mobil satpol PP, pengelola karaoke Dondong datang. Dia sempat berdialog dengan Kepala Satpol PP Irvan Widyanto serta Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata (Disbudparta) Surabaya Wiwik Widayati. Pemilik karaoke yang disebut-sebut bernama Yudi itu pun tidak bisa berbuat banyak. Dia membiarkan purel dan karwayan karaoke diangkut dengan truk satpol PP untuk pendataan. Total ada 50 karyawan Yudi yang dibawa.

Setelah didata, 50 purel dan karyawan Dondong dipulangkan malam itu juga sekitar pukul 24.00. Tampak Yudi ikut datang ke kantor satpol PP untuk melihat verifikasi data anak buahnya. Saat dimintai klarifikasi, Yudi tidak mau berkomentar. Begitu pula dengan karyawan yang lain.

Belakangan, Irvan menyebutkan, karaoke dan pub Dondong ternyata memiliki izin lengkap penyelenggaraan RHU. Karena itu, para purel dan karyawan mereka dipulangkan setelah didata. Petugas hanya ingin memastikan usia para karyawan Dondong itu tidak di bawah umur dan bukan PSK. ’’Sudah kami teliti izinnya memang ada. Jadi, diperbolehkan pulang,’’ tegasnya.

Sementara itu, yang belum punya izin lengkap seperti panti pijat Kalimantan, ada perlakuan khusus. Terapis mereka yang berjumlah hampir 30 orang dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih untuk pendataan lebih lanjut. ’’Kami bekerja sama dengan dinas sosial untuk pendataan lebih lanjut,’’ ujar mantan camat Rungkut tersebut.

Pengelola panti pijat Kalimantan Endang menuturkan, pihaknya sedang mengurus izin untuk RHU itu. Pengurusan tersebut sudah cukup lama. Namun, belum ada kabar dari pemkot apakah izin mendirikan bangunan (IMB) bisa dikeluarkan. ’’Syarat-syarat yang diminta sudah kami penuhi. Tapi, ya belum di-acc sampai sekarang,’’ tutur Endang yang ditemui di kantor satpol PP.

Dia mengaku memiliki lima tempat pijat di Kelurahan Putat Jaya. Rumah pijat itu buka mulai 1980-an. Semua tenaga terapis tersebut memang berasal dari luar Kota Surabaya. Tapi, mereka sudah mengurus surat keterangan izin penduduk musiman (kipem). ’’Panti pijat kami benar-benar tidak melayani prostitusi,’’ tegas perempuan berkerudung tersebut.

Selain itu, razia gabungan yang juga diikuti Kasatsabhara Polrestabes Surabaya AKBP Gatot Repli Handoko dan Kasatreskrim AKBP Sumaryono tersebut menyisir gang-gang kecil di kawasan Jarak. Petugas berhasil mengamankan empat perempuan berpakaian minim yang sedang jalan-jalan di dalam gang. Lantaran gelagapan saat ditanya petugas, mereka pun dibawa untuk dimintai keterangan. Diduga, mereka adalah para PSK yang masih nekat mencari pelanggan di eks lokalisasi Dolly-Jarak.

Dalam razia tersebut, petugas juga mengamankan lima pemuda. Mereka diketahui mabuk-mabukan di sebuah kafe. Setelah didata, mereka dibawa ke Liponsos Keputih.

Setelah razia besar-besaran tersebut, Pemkot Surabaya bakal terus mengawasi kawasan itu. Bentuk pengawasan tersebut memang lebih banyak tertutup. Warga Kelurahan Putat Jaya yang sepakat dengan penutupan lokalisasi Dolly-Jarak juga dikerahkan untuk mengawasi aktivitas di sentra prostitusi tersebut.

Razia Dolly-Jarak kemarin dilakukan mendadak. Untuk menghindari larinya target operasi, tim gabungan satpol PP, Polrestabes Surabaya, dan TNI melangsungkan razia secara serentak. Tim dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyisir Gang Dolly. Sisanya menyisir Jarak dan gang-gang di Putat Jaya.

Target razia adalah tempat karoke tidak berizin, panti pijat, dan pub. Razia di Gang Dolly tidak begitu alot. Pemilik karaoke Monggo Mas 2 Asduri sempat shock saat tempatnya digerebek polisi. Dia tidak sanggup menyembunyikan raut kekecewaan. Beberapa petugas memberikan surat penutupan.

’’Karaoke baru boleh buka setelah mendapat izin dari dinas pariwisata,’’ ujar petugas. Namun, kata-kata itu justru membuatnya lega. ”Kalau ada kejelasan seperti ini saya lega,’’ ungkap Asduri.

Sebab, dengan turunnya surat itu, dia mengerti bahwa karaoke tidak dilarang buka. Dia tidak berkeberatan untuk mengurus izin. Pria yang telah dua tahun membuka usaha karaoke itu mengaku waswas atas adanya isu penutupan. Sebelumnya, dia mengurus izin ke muspika dan kepolisian setempat.

Sementara itu, razia di Jarak membuahkan hasil melimpah. Seratus perempuan terjaring razia malam itu. Selama razia, tidak ditemukan wisma yang buka. Semua tutup dengan lampu mati. ’’Razia di Dolly dan Jarak ditujukan untuk mengantisipasi agar petugas tidak kecolongan,’’ tegas Irvan pada akhir razia. (jun/laz/c5/end)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sampah di Bekasi Naik 500 Kubik Per Hari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler