Pemilu 2024: Kemunduran Demokrasi dan Ancaman Masa Depan Agenda Kerakyatan

Senin, 18 Maret 2024 – 21:55 WIB
Ilustrasi pemilu. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemilu sejatinya adalah sarana bagi kedaulatan rakyat untuk menentukan nasib dan masa depan bangsa secara demokratis.

Namun, Pemilu 2024 yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang berasal dari suara rakyat berakhir buruk akibat berbagai akrobat politik dan kecurangan yang terjadi.

BACA JUGA: Kapolri Mempersilakan Kapolda Bersaksi di Persidangan MK terkait Gugatan Hasil Pemilu 2024

Hal itu disampaikan AMAN-KPA-WALHI dalam pernyataan politik bersama di Jakarta, Senin (18/3).

"Supremasi hukum runtuh dan hampir mustahil dapat tegak di tengah tata kelola pemerintahan yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut. Hukum direkayasa sedemikian rupa demi melanggengkan dinasti politik. Hal ini menandakan demokrasi yang telah dibangun lebih dari dua dekade berada di tepi jurang otoritarianisme," kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi.

BACA JUGA: 7 Kali Ikut Pemilu, Prof Romli Sebut Pilpres 2024 Paling Amburadul

Sejak awal, banyak pihak telah mencurigai proses yang mengawali tahun politik ini dengan ragam langkah pengkondisiannya.

Banyak pihak mengendus langkah ini sebagai bagian dari praktek-praktek kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024.

BACA JUGA: Siap-Siap, Lebih dari 6 Juta Pemudik Bakal Masuk Yogyakarta pada Lebaran 2024

Terlebih saat keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengantarkan anak sulung Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.

Lebih jauh, proses penunjukkan pejabat (Pj) kepala daerah sarat dengan masalah, setidaknya 101 kepala daerah telah berakhir masa jabatannya pada 2022, dan 170 kepala daerah berakhir pada 2023.

"Konsolidasi ini telah membentuk pemilu yang dipenuhi oleh kecurangan, berbagai institusi resmi demokrasi, seperti partai politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu, serta Mahkamah Konstitusi telah dilumpuhkan dan dikendalikan oleh elite politik yang terhubung kepada jejaring oligarki. Tujuannya jelas, melanjutkan kekuasaan untuk menguasai sumber-sumber agraria," ujar dia.

Selama sembilan tahun terakhir (2015-2023), KPA mencatat sedikitnya terjadi 2.939 letusan konflik agraria seluas 6,3 juta hektar yang berdampak pada 1,7 juta rumah tangga petani, buruh tani, nelayan dan masyarakat adat.

Dalam kurun waktu yang sama, 2.442 orang petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi, 905 orang mengalami kekerasan, 84 tertembak dan 72 tewas di wilayah konflik agraria. Situasi ini jauh lebih buruk dibanding satu dekade sebelumnya.

"Pada masa pemerintahan SBY, terdapat 1.520 letusan konflik agraria dengan luas 5,7 juta hektare dan korban dan terdampak sebanyak 900 ribu rumah tangga petani. Terdapat 1.354 orang petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi, 553 orang mengalami kekerasan, 110 orang tertembak dan 70 orang tewas," kata Sekjen KPA Dewi Kartika dalam .

Sementara dalam kurun waktu 2014-2023, WALHI mencatat 827 pejuang lingkungan mengalami peristiwa kriminalisasi, intimidasi dan bahkan kekerasan yang mengakibatkan kematian akibat konflik sumber daya alam yang terjadi.

Dari Jumlah tersebut tercatat 6 orang meninggal dunia, 145 orang ditangkap dan 28 diantaranya ditetapkan menjadi tersangka, sementara 620 orang pejuang lingkungan lainnya mengalami peristiwa kekerasan yang mengakibatkan luka-luka.

Jumlah tertinggi tercatat pada tahun 2022 dimana 253 orang pejuang lingkungan di Indonesia mengalami peristiwa kriminalisasi dan kekerasan. 

"Hadirnya ribuan konflik agraria dan kriminalisasi menandakan bahwa pemerintah enggan menyelesaikan konflik secara berkeadilan dalam kerangka reforma agraria. Tanah tidak diprioritaskan untuk rakyat, melainkan kepentingan investasi dan pembangunan yang berpihak pada badan usaha skala besar. Kini semua itu difasilitasi oleh berbagai politik kebijakan pemerintah," kata Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi.

Pada tahap akhir masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo ini, Indonesia memasuki era yang dipenuhi dengan tantangan yang semakin berlapis.

Upaya untuk menyelesaikan konflik agraria, memulihkan lingkungan, mengatasi krisis iklim, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, Masyarakat Adat, petani, nelayan, perempuan serta penguatan demokrasi telah mengalami kemunduran. 

Jika Situasi ini dibiarkan berlanjut akan semakin parah pada masa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2024. Sebab penuh dengan kecurangan dan sarat dengan agenda-agenda politik untuk melanggengkan dinasti politik Presiden Jokowi.

"Saat ini, berbagai regulasi dan kebijakan terus digodok untuk melancarkan skenario tersebut. Salah satunya adalah rencana kebijakan untuk memasukkan TNI-Polri dalam jabatan-jabatan publik, situasi-situasi tersebut akan semakin memperparah kemunduran demokrasi dan menjadi ancaman bagi masa depan agenda kerakyatan di Indonesia," ujar dia.

Berdasarkan berbagai situasi tersebut di atas, Aman, KPA dan WALHI menyatakan sikap sebagai berikut:

1.Prihatin dengan hasil pemilu yang dilahirkan dari proses kecurangan yang sistematis.

2. Mendesak DPR RI agar segera menjalankan fungsi konstitusionalnya untuk mengusut berbagai dugaan tindak kecurangan pemilu 2024.

3. Mendorong dan mendukung adanya oposisi yang kuat dan substansial di parlemen untuk melakukan fungsi check and balance terhadap pemerintah.

4. Menegaskan bahwa Presiden Jokowi telah gagal menjalankan mandat konstitusi untuk menjalankan reforma agraria, mewujudkan keadilan ekologis, pemenuhan dan perlindungan hak Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Perempuan, buruh, dan kelompok masyarakat lainnya.

5. Menolak hasil revisi UU ASN yang akan menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI. Dengan memperbolehkan TNI-POLRI menduduki jabatan di lembaga publik.

6. Menyerukan kepada seluruh gerakan sosial untuk terus kritis dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan, dan kebijakan yang merampas hak rakyat Indonesia, dan bertentangan dengan Undang-Undang 1945. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Pemilu 2024   Walhi   aman   KPA   Demokrasi  

Terpopuler