jpnn.com, JAKARTA - Banyaknya petugas Pemilu Serentak 2019 meninggal dunia mendapat perhatian banyak pihak. Mayoritas sepakat sistem pemilu serentak harus dievaluasi.
DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun mengusulkan penggunaan e-voting pada pesta demokrasi mendatang.
BACA JUGA: Ratusan Petugas KPPS Meninggal Masih Saja Ada yang Tuntut Pemilu Ulang
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, desain pemilu perlu dievaluasi dengan fokus mengurangi beban kerja kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Salah satu alternatif adalah sistem e-voting, pemilihan yang berbasis elektronik. Tidak menggunakan cara manual seperti sekarang.
BACA JUGA: Besok, 592 TPS Gelar Pemungutan Suara Ulang
Menurut dia, dengan sistem e-voting, tahapan pemungutan dan penghitungan suara bisa lebih cepat. Sistem itu juga mengurangi risiko kelelahan para petugas. Hasil pemungutan suara pun lebih cepat diketahui. ”Dengan teknologi, prosesnya akan ebih cepat, efektif, dan efisien,” ucap dia.
BACA JUGA: Ketum ADKASI: 80% Caleg Petahana Tumbang, Ini Pemilu Terburuk
BACA JUGA: 18 Polisi Meninggal Dapat Kenaikan Pangkat dan Santunan
Selain e-voting, lanjut Zudan, pemilu mendatang bisa menggunakan e-rekapitulasi. Jadi, bukan hanya pencoblosan yang menggunakan teknologi, tapi juga penghitungan suara. Prosesnya akan betul-betul sangat cepat. Bahkan, quick count dan real count bisa menjadi satu. Masyarakat bisa melihatnya secara langsung.
Dia yakin penggunaan teknologi itu bisa dilakukan. Asalkan, semua pihak punya kemauan. Harus disiapkan sejak sekarang. Setelah pemilu selesai dan KPU mengumumkan peraih suara terbanyak dalam pemilu serentak, pihak-pihak terkait bisa segera membahas dan merumuskan penggunaan teknologi tersebut. ”Kami yakin Indonesia bisa,” ucap dia.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, DPR, pemerintah, KPU, Bawaslu, DKPP, dan pihak terkait lain harus duduk bersama untuk mengevaluasi pemilu serentak. Mereka juga harus mengkaji UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang terkait dengan pentingnya penerapan sistem pemilu yang murah, efisien, tidak rumit, dan tidak memakan banyak korban, baik dari penyelenggara pemilu, pengawas, maupun pihak keamanan. ”Bukan sekadar e-counting, tapi e-voting,” katanya.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, e-voting bisa dimulai pada pilkada serentak mendatang. Sistem tersebut dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah karena tidak membutuhkan lagi kotak suara, surat suara, tinta, bilik suara, petugas, serta saksi maupun pengawas TPS yang berjumlah hingga jutaan.
BACA JUGA: Data Terbaru: 281 Petugas Pemilu 2019 Meninggal Dunia
Sistem itu juga akan mempermudah dan mempercepat penghitungan suara sehingga meminimalkan jatuhnya korban.
Dia pun mendorong KPU untuk mempersiapkan sarana maupun prasarana dan mengkaji secara matang rencana penggunaan sistem e-voting agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, dan ketertiban pada pilkada dan pemilu mendatang.
”Dan selalu mengedepankan prinsip bekerja dengan transparan, berintegritas, profesional, dan menjaga independensi,” ucapnya.
Bamsoet –sapaan akrab Bambang Soesatyo– juga meminta fraksi-fraksi di DPR sebagai perpanjangan tangan parpol untuk mengembalikan sistem pemilu yang terpisah antara eksekutif dan legislatif.
Seperti pemilu sebelumnya dengan modifikasi pilpres berbarengan dengan pilkada serentak dan pileg terpisah. Jadi, dalam lima tahun hanya ada dua agenda pemilu atau pilkada. (lum/c11/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Data Terbaru: 281 Petugas Pemilu 2019 Meninggal Dunia
Redaktur & Reporter : Soetomo