jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyesalkan banyaknya korban yang berjatuhan saat penyelenggaraan pemilu kai ini.
Tidak hanya puluhan tapi sudah ratusan meninggal dari Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara atau KPPS Pemilu 2019. Dia menyatakan sistem seperti ini harus dihentikan.
BACA JUGA: Hentikan Perdebatan Cebong vs Kampret, Generasi Muda Harusnya Sibuk Membangun Bangsa
"Penyelenggaraan Pilpres dan Pileg secara serentak, sistem perhitungan suara dan sistem rekapitulasi suara manual yang melelahkan, waktu kampanye yang panjang dan penggunaan paku untuk mencoblos yang sangat primitif di zaman teknologi canggih era digital 4.0 harus segera dievaluasi dan diubah," tegas Bamsoet.
Dia mendorong Pemerintah, KPU dan DPR untuk mengevaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 dan mengkaji Undang-Undang Pemilu yang ada.
BACA JUGA: Ketua DPR Minta Pemerintah Beri Santunan Petugas Pemilu yang Meninggal
Bukan hanya sekadar e-counting atau e-rekap sebagaimana yang diusulkan KPU. Tapi perubahan secara menyeluruh.
Yaitu dengan menerapkan sistem e-voting yang bisa dimulai uji cobanya pada pilkada serentak mendatang karena dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah.
BACA JUGA: Ketua DPR Dukung BNN Ubah Ladang Ganja Jadi Lahan Produktif
"Kita prihatin korban yang meninggal terus bertambah. Tidak saja dari KPPS tapi juga dari Panwas dan aparat keamanan. Untuk itu ada beberapa langkah yang harus segera dilakukan," imbuhnya.
Pertama, kata dia, di DPR melalui Komisi II DPR mengajak pemerintah dan KPU untuk secara bersama-sama pasca reses nanti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu 2019, serta mengkaji Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Terutama terhadap perlunya untuk segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan. Bukan hanya sekedar e-counting atau e-rekap.
Tapi e-voting yang dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah. Karena melalui sistem e-voting, tidak diperlukan lagi jumlah panitia penyelenggara, pengawas, saksi maupun keamanan yang banyak.
Termasuk tidak dibutuhkan lagi pengadaan bilik suara, kotak suara, surat suara dan tinta sehingga melalui e-voting penyelenggaraan pemilu diharapkan bisa lebih mempermudah dan mempercepat proses perhitungan dan rekapitulasi suara sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban.
"Untuk itu usai penetapan hasil pemilu pada 22 Mei mendatang, saya mendorong KPU untuk mempersiapkan sarana maupun prasarana, dan melakukan kajian secara matang terhadap rencana pelaksanaan Pilkada dan Pemilu jika menggunakan sistem e-voting, agar dapat menjamin azas jujur, adil dan rahasia tetap terjamin, kelancaran, keamanan, dan ketertiban pada pelaksanaan Pilkada dan Pemilu mendatang, serta selalu mengedepankan prinsip bekerja dengan transparan, berintegritas, profesional, dan independen," tegasnya.
Bamsoet menambahkan akan meminta Mahkamah Konstitusi memahami dampak dari keputusan Pilpres dan Pileg serentak yang telah memakan banyak korban anak-anak bangsa.
Termasuk mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik yang ada, untuk mengembalikan lagi penyelenggaraan Pilpres dan Pileg seperti pemilu yang lalu.
"Yakni sistem pemilu terpisah antara Pilpres dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) dengan masa kampanye maksimal 3 bulan agar energi bangsa ini tidak hanya habis terkuras di pusaran kompetisi pemilu," pungkasnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Undang Parlemen Asing Saksikan Pemilu Indonesia
Redaktur & Reporter : Natalia