Menurut analisa pakar hukum migrasi, para pemimpin gereja di Australia yang menawarkan perlindungan untuk para pencari suaka -yang akan dikirim ke rumah tahanan lepas pantai -bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.

Pemimpin Gereja Anglikan di Brisbane, Pendeta Dr Peter Catt, mengatakan, ia membuka Katedral St John di Brisbane bagi 267 pencari suaka yang takut dikembalikan ke Nauru atau Pulau Manus.

BACA JUGA: Buddy Si Anjing Pahlawan, Bersimbah Darah Demi Amankan Rumah Majikannya

Unit Kerja Pengungsi dari Perhimpunan Gereja Australia atau ‘Australian Churches Refugee Taskforce’ mengatakan, tawaran bantuan datang dari seluruh Australia.

Ada juga pertanyaan tentang seberapa banyak pencari suaka legal yang bisa ditampung di gereja.

BACA JUGA: Buaya Berusia 50 Tahun Ditangkap di Tepi Laut di Australia

Marianne Dickie, seorang akademisi senior di ANU (Universitas Nasional Australia) yang bekerja dalam program hukum migrasi, mengatakan, ada bagian dalam Undang-Undang Migrasi yang menyebut bahwa menampung seseorang yang dianggap bukan warga negara dan melanggar hukum serta seseorang yang dideportasi adalah pelanggaran hukum.

"Jadi hukuman untuk pelanggaran itu adalah penjara 10 tahun atau denda 180.000 dolar (atau setara Rp 1,8 miliar) atau keduanya," ujarnya.

BACA JUGA: CSIRO, LIPI-nya Australia Kurangi Staf Peneliti

Ia menerangkan, "Tapi bagi kami, masalahnya ada pada istilah non-warga negara yang melanggar hukum atau mereka yang terdeportasi, dalam menentukan status orang yang dilindungi gereja, pada waktu itu."

Misha Coleman, dari Unit Kerja Pengungsi Perhimpunan gereja Australia, mengatakan, prosedur untuk menempatkan pencari suaka ke dalam gereja begitu sulit.

"Untuk memberikan tempat aman atau memberi perlindungan dari bahaya, Anda perlu melakukannya dengan sangat tenang. Jadi ini adalah keputusan besar bagi kami untuk mengumumkannya secara umum, tapi kami ingin orang tahu bahwa kami ada untuk mereka," jelasnya.

Pencari suaka yang terancam deportasi melakukan segala upaya

Misha mengatakan, jumlah pengungsi yang berada dalam posisi mampu mengakses tawaran bantuan gereja sungguh sedikit.

Ia mengatakan, ada 15 keluarga yang tinggal di lingkungan masyarakat di empat negara yang mereka tahu, dan mereka adalah orang-orang yang paling mudah untuk masuk ke salah satu gereja yang menawarkan perlindungan.

“Keluarga yang kami ajak bicara, kami menasehati mereka untuk mendengar beberapa saran yang benar-benar mendalam tentang apa implikasinya bagi mereka dan tentang kasusnya dari perwakilan mereka sendiri, serta seperti apa visa perlindungan pada akhirnya," kemuka Misha.

Ia mengatakan, ia sempat tak mampu menguraikan seberapa baik 15 keluarga itu mengatasinya.

"Saya bisa katakana, masyarakat tahu bahwa kasus Pengadilan Tinggi tak akan menjadi sesuatu yang akan melindungi mereka. Pemberitahuan 72 jam, mudah-mudahan, tentang deportasi ke fasilitas lepas pantai akan diberikan,” jelasnya.

Ia menyambung, "Jadi sekarang prospeknya benar-benar hidup ... masyarakat benar-benar terkejut, hancur, bisakah saya katakan, mulai putus asa?."

Menyediakan perlindungan adalah konsep sejarah, tetapi resiko hukum yang tersangkut untuk anggota gereja yang menawarkannya, begitu nyata.

Unit Kerja Pengungsi di Perhimpunan Gereja Australia mengatakan, mereka berharap resiko hukumnya tidak akan diuji.

Meski demikian, Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton, mengatakan, gereja-gereja tak kebal hukum.

"Gereja memberikan banyak bantuan kepada pengungsi dan mereka merasa sangat kuat tentang masalah ini. Pada akhirnya, masyarakat harus mematuhi hukum Australia, terlepas dari siapa mereka,” kemukanya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kevin Rudd Akan Dinominasikan Jadi Sekjen PBB, Senator Australia Ini Berang

Berita Terkait