jpnn.com - JAKARTA - Frasa 'pemimpin santun' begitu sering digaungkan jelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Seakan kesantunan adalah kriteria yang paling penting untuk dimiliki pemimpin ibu kota.
Namun pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berpandangan lain. Dia justru mendorong publik tidak terpaku pada penilaian kepribadian pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur dalam menentukan pilihan.
BACA JUGA: Aturan Pancapresan di RUU Pemilu jadi Polemik
"Jangan sampai publik hanya terpesona dengan kesantunan, tapi yang paling penting adalah kinerja," kata Syamsudin dalam acara pemaparan riset bertema "Menuju DKI 2017: Kriteria Gubernur Pilihan Rakyat", bersama Riset Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/9).
Sisi kepribadian, kata Syamsuddin, hanya bagian kecil yang dibutuhkan dari sosok pemimpin. Kebaikan secara personal dianggap Syamsuddin tidak menjamin baiknya kompetensi yang dimiliki seseorang.
BACA JUGA: Komisi Informasi Bertekad Ikut Sukseskan Pilkada DKI
"Sebab itu tidak menyangkut kapasitas atau kemampuan suatu pasangan calon mengenai tanggung jawab dalam membentuk pemerintahan," ujar Syamsuddin.
Dalam kesempatan yang sama, analis hukum dari Kode Inisiatif, Veri Junaidi mengaku prihatin sekaligus khawatir jika masalah personaliti yang dimunculkan pada Pilkada DKI 2017.
BACA JUGA: Ibas Bicara Blakblakan Mengenai Pencalonan Kakaknya
Veri menilai, lebih baik pasangan calon berdebat soal gagasan masing-masing. Bagaimana soal pelayanan publik, penanganan kasus korupsi, kemacetan, tantangan Jakarta kedepan, dan sebagainya. Tak perlu yang diperdebatkan masalah personaliti.
"Agak mengkhawatirkan kalau ditonjolkan ke depan. Bisa jadi kalau personaliti yang dimunculkan, jangan heran jika isu SARA lebih banyak muncul," ujar Veri. (rmol/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat Ya, Sumbangan Kampanye tak Boleh Sampai Miliaran
Redaktur : Tim Redaksi