Pemkot Surabaya Minta Kembali Satwa KBS

Selasa, 18 Maret 2014 – 08:24 WIB

jpnn.com - SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya terus memelototi perjanjian pertukaran satwa antara Kebun Binatang Surabaya (KBS) dan enam lembaga lain. Bila berdasar kajian ditemukan pelanggaran, pemkot akan meminta kembali sekitar 400 satwa yang sudah dikirim ke berbagai daerah tersebut.

Kabag Hukum Pemkot Surabaya M.T. Ekawati Rahayu menegaskan, saat ini pihaknya menunggu hasil audit tim Unair. ''Naskah perjanjian itu tengah diteliti apakah melanggar undang-undang atau tidak,'' ungkapnya.

BACA JUGA: Validasi DNT, Temukan Siswa SD Umur 17 Tahun

Bila ada pelanggaran norma yang berlaku, pemkot akan meminta kembali satwa yang telah dikirim itu. Namun, sebelum menarik satwa tersebut, pemkot akan membicarakan persoalan itu dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim dan Kementerian Kehutanan. “Apakah itu bisa dilakukan,” terangnya.

Yang pasti, kata Ekawati, perjanjian pertukaran satwa tersebut tidak akan dilanjutkan lagi. Meski, klausul dalam perjanjian tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya.

BACA JUGA: Hindari Ribut, Tatib Pilwabup Karo Harus Matang

Berdasar data yang diperoleh Jawa Pos, dari 400 satwa yang masuk dalam daftar pertukaran, masih ada 23 satwa yang belum dikirim atau masih berada di KBS. Perinciannya, 8 satwa untuk Taman Hewan Pematang Siantar/THPS (6 ekor bekantan, masing-masing 3 ekor jantan dan betina, serta 2 ekor komodo, masing-masing jantan dan betina); Mirah Fantasia (4 ekor komodo); Taman Satwa Lembah Hijau, Lampung (2 ekor harimau sumatera dan 2 ekor komodo); Jatim Park, Batu (2 ekor komodo dan 3 ekor bekantan); serta Maharani Zoo dan Goa, Lamongan (2 ekor komodo).

Sikap tegas pemkot tersebut tidak lepas dari kenyataan bahwa satwa KBS ternyata tidak lebih sejahtera di tempat pertukaran. Bahkan, bisa dibilang kondisinya lebih memprihatinkan.

BACA JUGA: Gara-Gara Flash Disk, Keperawanan Hilang

Di THPS, misalnya. Orang utan kini dikerangkeng dalam jeruji besi. Mirip orang yang dipenjara. Berbeda halnya dengan di KBS yang diletakkan dalam kandang terbuka sehingga satwa tersebut bisa bermain-main.

Di Mirah Fantasia Banyuwangi juga demikian. Kambing gunung harus menyesuaikan dengan lingkungan baru. Yakni, tidak ada lagi batu karang yang bisa dipanjat. Akibatnya, jadilah kambing gunung itu mirip kambing kampung yang dipelihara warga.

Direktur Operasi KBS Liang Kaspe juga berkomentar atas kondisi satwa KBS di tempat pertukaran. “Saya heran juga melihat kondisinya. Mereka akan menyejahterakan atau membinasakan?” ungkapnya kemarin.

Yang membikin dia mengelus dada adalah kondisi gajah yang dirantai di Mirah Fantasia. Menurut Kaspe, agar perilakunya tidak merusak, gajah memang perlu dirantai, namun hanya saat malam. Ketika pagi, karena selalu didampingi penjaga, gajah harus dilepas. “Agar dia bisa exercise. Aturan konservasinya begitu,” terang dokter hewan senior itu.

Soal kambing gunung yang tidak lagi bisa memanjat, kata dia, naluri alamiahnya sebagai satwa juga akan lenyap sehingga perilakunya bisa berubah. Sebab, satwa yang hidup di kawasan Asia Tengah hingga Amerika tersebut biasanya memanjat batuan karang.

Menurut Liang, kondisi satwa di KBS jauh lebih baik jika dibandingkan di tempat pertukaran. Namun, yang terjadi, lanjut dia, pihaknya justru selalu dipojokkan. Bahkan disebut sebagai zoo of death. “Sekarang mana yang lebih baik?” ujarnya.

Dia menambahkan, bila ada pihak-pihak yang masih tidak puas dengan perjanjian itu, pengelola KBS akan meminta pihak yang menagih hewan yang belum dikirim menghubungi Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Tonny Sumampau. ''Kalau ada yang mau tagih satwa, ya minta saja ke Pak Tonny,'' tegasnya.

Apakah KBS mau menagih satwa yang telah dikirim ke enam kebun binatang tersebut? Liang menyerahkan kepada pemkot. “Apa sikap pemkot, terserah saja,” ungkapnya. Yang pasti, lanjut dia, kebijakan yang diambil harus baik untuk kepentingan satwa itu. (git/c5/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Bocah Tewas Berangkulan Tertimbun Tanah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler