jpnn.com - JAKARTA - Program penataan wilayah yang gencar dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat marjinal. Misalkan masyarakat pemulung yang juga menerima dampak langsung penataan wilayah Jakarta.
"Penataan wilayah Jakarta memang penting. Tapi hindari dari hilangnya hak-hak kelompok yang menerima dampak penataan wilayah tersebut," kata Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri saat meninjau perkampungan pemulung Jalan Lebak Bulus V, Cilandak, Jakarta, Sabtu (24/8).
BACA JUGA: Atasi Banjir, PU Bangun 13 Waduk Baru
Menurutnya, rencana pemerintah Jakarta menyulap kawasan pemulung sebagai waduk memang baik. Tetapi perlu juga memikirkan upaya relokasi pemulung dari wilayah tersebut. Tidak serta merta membongkar tanpa memberikan pilihan tempat tinggal. Tentu saja, Kementerian Sosial (Kemensos) merasa ikut pula bertanggung jawab pada persoalan ini. Namun peran Kemensos lebih ditujukan terhadap individunya. Bukan pada proses relokasi pemulung.
"Bisa saja pemulung itu dikembalikan ke kampung halamannya. Di sana nanti Kemensos terlibat dalam upaya peningkatan kapasistas pemulung," paparnya.
BACA JUGA: Dibawa ke PN, Proses Hibah Pasar Dihentikan
Mensos menegaskan, di daerah manapun dibutuhkan proses pengolahan sampah. Para pemulung yang sudah terampil mengolah sampah di Jakarta bisa diberdayakan pada daerah asalnya. Dengan demikian tidak perlu transformasi kegiatan yang sudah biasa dilakukan pemulung.
Pemprov Jakarta, lanjut Mensos, harus melakukan relokasi itu secara baik dengan melibatkan berbagai instansi terkat. Sehingga tujuan penataan wilayah Jakarta tidak diakhiri dengan hilangnya hak-hak pemulung.
BACA JUGA: Pajak DKI Meleset
"Penanganan pemulung merupakan tugas bersama. Kemensos tidak bisa bekerja sendirian, melainkan bersinergi dengan pihak terkait lainnya," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, data 2010, Dinas Sosial DKI Jakarta mencatat jumlah pemulung sebanyak 1.031 orang tersebar di lima wilayah. Pada umumnya, mereka tinggal di gubuk-gubuk darurat di pinggiran kali dan pinggir rel kereta api, lahan-lahan kosong terlantar.
Sedangkan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menyebar seluruh Indonesia. Data Kemensos menunjukkan, ada 230 ribu anak jalanan, 1,8 lanjut usia (lansia) terlantar, 7 juta penyandang cacat (1,7 cacat terlantar), 270 ribu kepala Keluarga (KK) korban bencana sosial (konflik sosial), gelandangan serta pengemis.
Suhendar, pemulung botol plastik mengakui kehidupan di sekitarnya cukup sulit. Kondisi kesehatan menjadi pertaruhan seluruh anggota keluarganya. Karena memang hunian yang ditempati tidak layak. Namun tidak ada pilihan untuk bisa bertahan hidup.
Semakin tingginya biaya hidup membuat harus bertahan dalam kondisi minim. "Saya mau saja dipulangkan ke kampung halaman. Asalkan dibantu pula pekerjaan di sana," pintanya. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asrama Brimob Ciputat Terbakar
Redaktur : Tim Redaksi