Pemprov DKI Tabrak Aturan soal Lahan Waduk Rorotan

Senin, 28 Mei 2018 – 23:44 WIB
Balai Kota DKI Jakarta. Foto: dok JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pembangunan Waduk Rorotan, Cakung hingga kini masih mangkrak akibat dipersoalkan warga lantaran belum mendapat ganti rugi lahan sepeserpun dari Pemprov DKI Jakarta.

Marthen kuasa hukum petani Cakung, menjelaskan Sutiman Bin Ayub sebagai perwakilan petani Cakung merupakan pemilik hak atas sawah dan lahan tersebut dan hingga kini belum dapat ganti rugi.

BACA JUGA: Terima Opini WTP, BPK Bandingkan Anies dengan Gubernur Lama

“Pencatatan sawah Sutiman oleh Pemprov DKI sebagai aset pemda bukan bukti kepemilikan pemda atas sawah Sutiman, lalu serta merta menghilangkan hak Sutiman atas sawahnya tersebut tanpa melalui upaya hukum pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi,” tegasnya di Jakarta, Senin (28/5).

Kini, lanjut Marthen, lahan itu malah dialihkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, kepada pengembang Jakarta Garden City (JGC). Diduga proses pengalihan ini dilakukan tanpa prosedur yang benar, ditambah lagi belum adanya ganti rugi kepada warga.

BACA JUGA: Konon Jemaah Tarawih Akbar Bareng Anies Hingga 60 Ribu Orang

"Karena itu, proses pengalihan lahan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara sehingga mesti diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan," tegasnya.

Terkait kabar adanya Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 1158/ K/ Pdt/2017 tertanggal 17 Juli 2017 antara Sutiman Bin Ayub melawan Gubernur Kepala Daerah DKI, dalam putusan tersebut Majelis Hakim menolak permohonan Kasasi Sutiman Cs.

BACA JUGA: Tarawih Akbar Jadi Rekor Baru Pemprov DKI

Menurut Marthen, hal itu mengacu pada perkara kepemilikan lain antara Sutiman dan Trimulyo. Bukan sengketa kepemilikan antara Sutiman dan Gubernur DKI.

“Sehingga, Putusan MA hanya menyatakan sita jaminan tersebut tidak sah, bukan menyatakan Sutiman pihak yang kalah. Ini yang harus diketahui oleh publik secara jelas,” ungkapnya.

Marthen juga menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta William Yani yang menyatakan bahwa MA telah memutuskan lahan seluas 25 hektare itu milik Pemprov DKI Jakarta.

Kepemilikan lahan itu tertulis di Badan Pengelola Keuangan Pemda DKI tertanggal 9 Januari 2012 yang menyatakan bahwa rawa yang terletak di Jalan Kayu Tinggi atau Tambun Rengas yang dikenal dengan Rawarorotan, Kelurahan Cakung Timur, Kecamatan Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur seluas 25 hektare merupakan aset Pemprov DKI Jakarta.

“Belum ada satu pun putusan pengadilan perdata yang memutuskan atau menyentuh pokok perkara sengketa kepemilikan atas lahan milik Sutiman sehingga status quo masih menjadi milik Sutiman cs,” ucapnya.

Dia menjelaskan, sawah milik Sutiman cs ini bukan status tanah negara bebas yang dapat begitu saja diinventarisasi menjadi aset Pemprov DKI tanpa proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi. Sebelum masuk menjadi wilayah Provinsi DKI Jakarta, lahan milik Sutiman cs ini sudah bertahun-tahun digarap sebagai sawah pertanian.

"Masak bisa diinventarisasi begitu saja sebagai aset Pemprov DKI lalu dialihkan ke pihak swasta untuk membangun perumahan mewah. Siapa pun pejabat terkait yang melakukan pembiaran berlanjut tindakan tersebut di atas dapat dituntut sebagai tindak pidana Tipikor,” jelasnya.

Saat ini, lahan dan sawah tersebut sekarang dialihkan ke pihak swasta, pengembang JGC untuk dijadikan danau (bukan waduk) seluas 15 hektare dan sepuluh hektare dibangun vila-vila mewah. Karena itu, dirinya mendesak permasalahan ini sebaiknya diaudit oleh BPK karena berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Bahkan, Marthen menilai, perusakan dan penggalian sawah milik Sutiman telah menimbulkan keuntungan Rp 600 miliar bagi pihak swasta atas penimbunan.

Sementara itu, Sutiman Bin Ayub, perwakilan petani Cakung, mengaku pihaknya sangat kehilangan mata pencaharian karena lahan garapannya diserobot pengembang. “Jelas kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan ini secara sepihak. Ganti rugi-nya tidak ada. Kami harus mengadu kemana?” katanya.

Dia mengaku Pemprov dulu pernah menjanjikan ganti rugi Rp2.500 per meter atas lahan tersebut. “Namun sampai detik ini dana itu tidak pernah kami terima,” ungkap Sutiman.

Sutiman menceritakan, lahan garapan para petani di wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.

Pada awal 1980, Pemprov DKI Jakarta memiliki program inventarisasi wilayah untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan waduk. Namun, tanpa diketahui sebelumnya, ternyata belakangan Pemprov DKI Jakarta malah menyerahkan ke pihak swasta, JGC untuk dibangun danau.

Sejak lahan itu dikuasai oleh proyek perumahan elite salah satu pengembang, lahan yang seluas 60 hektare milik para petani otomatis tidak bisa lagi dimanfaatkan. Padahal lahan itu dulunya bisa membantu perekonomian masyarakat dengan ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.

Akibatnya, Sutiman dan para petani Rorotan, sejak 2015 lalu jadi pengangguran. Mereka tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran dihalang-halangi pengembang.

“Dulu setiap tahun satu hektare sawah bisa menghasilkan tiga sampai lima ton gabah, sekarang kami hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagari dan kami dilarang mendekat,” pungkas dia. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panitia Pembagian Sembako di Monas Salahkan Pemprov DKI


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler