jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Guspardi Gaus mengapresiasi dan mendukung Polri membongkar kasus mafia tanah yang diduga melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dia mengatakan penangkapan itu harus dijadikan momentum untuk menabuh genderang perang terhadap mafia tanah.
BACA JUGA: Oknum Pegawai BPN Ditangkap Polisi Terkait Mafia Tanah, Jubir Menteri Bilang Begini
“Ditangkapnya empat pejabat BPN di Jakarta dan Bekasi, Jawa Barat, dapat dijadikan genderang perang menumpas mafia tanah,” kata Guspardi Gaus dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/7).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu berharap pemberantasan mafia tanah tidak hanya berhenti pada pengungkapan kasus di Jakarta dan Bekasi saja.
BACA JUGA: Perangi Mafia Tanah, BPN Fokus Percepat Digitalisasi
Menurutnya, penangkapan empat oknum pejabat BPN ini harus menjadi lecutan dan komitmen aparat penegak hukum untuk menabuh genderang kepada mafia tanah sebagai prioritas.
Guspardi mengatakan butuh langkah tegas dan lebih berani dalam menumpas mafia tanah dan mengatasi persoalan pertanahan.
BACA JUGA: Usut Mafia Tanah, Kombes Hengki Endus Keterlibatan Pejabat
Menurut dia, persoalan mafia tanah sudah membuat gerah dan selalu melibatkan banyak pihak, termasuk oknum di BPN, pemodal, dan oknum di beberapa institusi negara hingga aparat desa.
Sejauh ini, pihak kepolisian telah menangkap dan menetapkan 27 orang tersangka dalam empat kasus dugaan mafia tanah di wilayah Jakarta dan Bekasi.
"Satu dari empat tersangka orang dalam BPN saat ini menjabat Kepala Badan Pertanahan Palembang (BPN) Kota Palembang berinisial NS. Tersangka lainnya dua orang dari ASN , dua kepala desa, dan seorang jasa perbankan," jelas Guspardi.
Legislator dari Dapil II Sumatera Barat itu menyebutkan dari informasi pihak kepolisian dalam kasus mafia tanah yang melibatkan empat oknum pejabat BPN ini, para tersangka menggunakan modus penyalahgunaaan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dengan memungut biaya dari masyarakat.
Dia menjelaskan oknum pejabat itu diduga berkerja sama dengan para mafia tanah, menyalahgunakan wewenangnya untuk menertibkan sertifikat tanah tertentu menggunakan dokumen atau warkah yang tidak sesuai dan diduga palsu.
Modus lainnya, lanjut dia, sertifikat masyarakat yang seharusnya sudah selesai tetapi ditahan oleh pejabat BPN dan justru diubah datanya, diganti identitasnya, data yuridisnya menjadi milik orang lain.
Modus ini bahkan diduga telah menimbulkan banyak korban. "Ini merupakan perampasan hak dan sungguh keterlaluan," tegas anggota Baleg DPR itu.
Sisi lain, Guspardi juga menjelaskan bahwa Kementrian ATR/BPN yang merupakan mitra kerja Komisi II DPR memang sedang giat melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Kami juga mengimbau kepada masyarakat mengurus sendiri pendaftaran sertifikat tanah dan jangan menggunakan calo dan tidak perlu menyuap," imbaunya.
Guspardi menjelaskan masyarakat yang mengurus sertifikat tanah melalui PTSL tidak perlu mengeluarkan biaya mulai dari sosialisasi, pengukuran, hingga penerbitan sertifikat tanah telah ditanggung oleh APBN alias gratis.
Namun, lanjutnya, pra-PTSL memang memberikan kewenangan pemdes dalam rangka persiapan boleh menarik biaya kepada masyarakat sesuai SKB 3 Menteri, yaitu Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT).
"Paling rendah di Pulau Jawa Rp 150.000, dan paling tinggi di Papua sekitar Rp 450.000," jelasnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap puluhan orang terkait kasus mafia tanah di DKI Jakarta dan Bekasi. Empat orang di antaranya merupakan pejabat BPN.
Dua di antaranya adalah PS Ketua Tim Adjudikasi PTSL BPN Jakarta Selatan dan MB Ketua Tim Adjudikasi PTSL BPN Jakarta Selatan. PS kini sekarang menjabat Koordinator Substansi Penataan Pertanahan BPN Kota Administrasi Jakarta Utara.
"(Empat kasus mafia tanah terjadi) di Jagakarsa, Jakarta Selatan, kemudian Cilincing, Jakarta Utara, dan Babelan, Bekasi," ujar Kepala Subdirektorat Harta dan Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Petrus Silalahi. (mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Kenny Kurnia Putra