jpnn.com, JAKARTA - Wali Kota Batu (nonaktif) Eddy Rumpoko (ER) meminta agar hakim praperadilan menyatakan penangkapan dan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dirinya tidak sah.
Permintaan itu menyusul adanya kesalahan prosedur yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penetapan tersangka Eddy Rumpoko.
BACA JUGA: Penanganan Kasus Heli AW 101 Tumpang Tindih
Kesalahan prosedur penetapan Walikota Batu non-aktif Eddy Rumpoko oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terungkap di lanjutan persidangan praperadilan yang diajukan Eddy Rumpoko di PN Jakarta Selatan, yang dipimpin hakim tunggal R Iim Nurohim, Jumat (17/11).
Di depan persidangan, anggota tim penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi dari pihak termohon, Harun Al Rasyid mengungkapkan bahwa gelar perkara penyelidikan perkara Eddy Rumpoko dilakukan Minggu 17 September, setelah waktu Ashar.
BACA JUGA: Tito Terima Kritikan Anggota Overacting Pengamanan OTT KPK
Atau sekitar pukul 15.00 WIB lebih. Dikatakan Harun, selain dihadiri dirinya, gelar perkara penyelidikan itu juga dihadiri pimpinan KPK.
Sementara itu, penetapan Eddy Rumpoko sebagai tersangka secara resmi diumumkan KPK pada sekitar pukul 13.00 WIB, melalui Sprindik Nomor 91/01/09/2017, tanggal 17 September 2017.
BACA JUGA: PDIP Geram Polisi Dorong Wali Kota Batu Saat OTT KPK
Rilis resmi penetapan Eddy Rumpoko sebagai tersangka disampaikan langsung oleh pimpinan KPK, Laode M Syarif, dengan didampingi Humas KPK, Febri Diansyah.
“Fakta persidangan hari ini menunjukkan bahwa pemohon (Eddy Rumpoko, red) ditetapkan dulu sebagai tersangka, baru kemudian didalami dan dilakukan gelar perkara. Ini fatal.
“Padahal semua tahu, penentuan seseorang untuk ditetapkan sebagai tersangka harus dilakukan sehati-hati mungkin, karena menyangkut nasib dan hak asasi manusia,” ungkap kuasa hukum pemohon, Agus Dwi Warsono.
Ditambahkan Dwi, pihaknya menduga, karena KPK memiliki batas waktu 1x24 jam, maka demi mengejar waktu, pemohon ditetapkan tersangka tanpa melalui gelar perkara.
“Ini kan namanya abuse of power. Saya yakin Hakim melihat ini sebagai fakta dalam mengambil keputusan nanti,” ungkap advokat dari kantor hukum IHZA & IHZA Law Firm itu.
Selain itu di persidangan juga terungkap fakta, bahwa pada saat OTT dilakukan KPK di rumah dinas Walikota Batu, ketika itu Eddy Rumpoko sedang berada di kamar mandi.
Sama sekali tidak pernah menerima uang suap yang didalilkan KPK. Karena faktanya, barang bukti uang Rp. 200 juta disita dari pengusaha Filipus Jap, yang menjadi tersangka penyuap. Bukan dari tangan Eddy Rumpoko.
“Saat itu Filipus Jap bertamu ke rumah dinas wali kota, masih duduk di pekarangan rumah dinas. Eddy Rumpoko sedang mandi. Tiba-tiba datang KPK dilakukan OTT. Proses ini juga menjadi concern kami dalam mengajukan permohonan praperadilan. Apalagi sekarang terungkap, bahwa pemohon ditetapkan tersangka lebih dulu, baru dilakukan gelar perkara,” tukas Dwi.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bos Hotel Diperiksa KPK terkait Alphard Milik Eddy Rumpoko
Redaktur : Tim Redaksi