Pencari Suaka: Indonesia Lebih Cepat Tanggap Urusan Pengungsi Dibanding Negara Ini

Sabtu, 21 November 2015 – 02:30 WIB

jpnn.com - BATAMKOTA - Batam kembali didatangi para pencari suaka dan pengungsi. Mereka kini menginap di Taman Aspirasi Batamcentre. Kubra Hudairi, pengungsi dari Afghanistan, mengatakan, ia sudah tinggal di sana selama sepuluh hari.

"Tapi di sini ada juga yang sudah tinggal selama satu bulan," katanya dalam bahasa Inggris.

BACA JUGA: Diduga Di Oplos dan Ganti Kemasan, KPPU Selidiki Bisnis Beras Ilegal

Wanita berhijab itu datang bersama suami dan seorang anak. Ia menempati satu sudut berkanopi di dekat gerbang masuk taman. Jumat (20/11) siang itu, ia sedang duduk sambil mengipasi kepala anaknya dengan selembar kardus. 

"Kalau udara sangat panas, kulitnya jadi seperti ini," katanya sambil menunjukkan lipatan daun telinga anak berusia tiga tahun itu.

BACA JUGA: Waduh, KPU Pun Heran Kok Bisa Jimmy jadi Cawalkot Manado?

Lipatan daun telinga itu memerah tanda peradangan. Kubra lantas menyibakkan rambut kepala anak bernama Zulqarnan Haidar Haidari itu. Kulitnya terkelupas-kelupas. Di antara kulit yang terkelupas itu muncul bintil-bintil sebesar biji sagu mentah. Warnanya putih.

"Kalau pecah, airnya keluar. Baru dia mengelupas lagi," ujarnya.

BACA JUGA: HEBAT... Kapal Bakamla Kini Bisa Deteksi Kapal-Kapal yang Bawa Barang Berbahaya

Zulqarnan berulang kali menggaruk kepalanya. Gatal. Padahal Kubra sudah menaburkan bedak di atas kulit-kulit yang terkelupas itu. Juga ke dahi anak yang lahir di Jakarta tersebut.

Mungkin bedak tak mempan mengatasi rasa gatalnya. Tapi Kubra enggan membawanya ke dokter. Selain tidak memiliki biaya, ia juga takut berada jauh dari taman itu. Takut kalau-kalau pihak imigrasi memanggil dan ia tidak ada di tempat.

Sebenarnya, tidak ada yang melarangnya berpindah tempat atau bahkan memintanya tetap tinggal di taman itu. Mereka memilih tinggal di sana lantaran tempat itu paling dekat dengan kantor Imigrasi. Mereka ingin mendorong pihak imigrasi untuk cepat memproses kepindahan mereka ke negara ketiga. 

"Kalau teman-teman kami yang sebelumnya juga dibantu, kenapa kami tidak?" tutur Kubra lagi.

Selain Kubra dan keluarganya, masih ada empat belas orang asing lain di sana. Sebelas dewasa dan dua anak. Dua belas laki-laki dan dua perempuan.

Mereka berasal dari Irak dan Sudan. Dan semuanya masih berstatus sebagai pencari suaka. Hanya Kubra dan keluarganya saja yang sudah berstatus sebagai pengungsi. 

Mereka mendirikan tenda-tenda. Ada yang berupa tenda kemah. Ada juga yang berupa tenda dengan kerangka dan terpal seperti dalam acara kawinan. Di dalamnya ada kasur, kelambu, selimut, juga bantal. 

"Semua ini dari masyarakat Batam," kata Kubra.

Sejak mengetahui ada yang tinggal lagi di taman itu, masyarakat bergantian datang ke sana. Memberikan makanan tiga kali sehari. Juga memberikan kelengkapan bermalam. Termasuk juga lotion pengusir nyamuk. 

"Kalau hujan dan malam, kami masuk ke dalam tenda. Tidak ada nyamuk, karena kami tidur di dalam," katanya lagi.

Kubra mengaku senang dengan perlakuan masyarakat Batam. Masyarakat Batam sangat ramah dan baik kepada mereka. Ketika datang, beberapa orang meluangkan waktu untuk berbincang. Sekedar untuk bertegur sapa. Beberapa lainnya datang hanya untuk memberikan bantuan lalu segera pergi. 

Namun, tinggal di area terbuka seperti taman tentu berbeda dengan tinggal di ruang tertutup. Tidak ada privasi. Segala tindak-tanduk mereka terpantau. Tapi yang paling menyedihkan itu kondisi anaknya. Anaknya semakin kurus. Berat badannya berkurang hingga lima kilogram. 

"Setiap malam, saya menangis dan menangis. Apa salah anak saya sampai ia harus menerima kondisi seperti ini," tuturnya.

Zulqarnan lahir di Jakarta, tiga tahun lalu. Itu tahun pertama Kubra sampai di Indonesia. Sementara suaminya, sudah setahun lebih lama tinggal di Indonesia. 

Ia singgah di Malaysia sebelum tiba di Indonesia. Tapi ia enggan tinggal di Malaysia. Sebab, katanya, Indonesia yang paling cepat tanggap dalam pengurusan pengungsi dan pencari suaka. 

"Tapi ternyata semuanya berubah sekarang. Karena pengurusan di Jakarta lama, kami pergi ke Batam," tuturnya. 

Namun, hingga saat ini, ia masih belum mendapat kepastian dari pihak imigrasi. Ketika hendak mencari tahu tentang kejelasan nasib mereka, pihak imigrasi selalu menolak. 

"Kami disuruh pergi. Jauh-jauh dari mereka," katanya. (ceu/ray)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BANGGA Banget... Kapal Canggih Bakamla Dibuat di Batam Loh, Ini Wujudnya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler