jpnn.com - MANADO - Menjelang peringatan Hari AIDS se-dunia yang jatuh 1 Desember mendatang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Utara merilis data jumlah penderita HIV/AIDS yang tersebar di seluruh wilayah Sulut. Angkanya cukup mencengangkan.
Selang 19 tahun terakhir, tercatat 1.877 warga menjadi penderita HIV/AIDS. Sebanyak 204 di antaranya dinyatakan sudah meninggal karena penyakit yang memiliki nama medis Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) itu.
BACA JUGA: Giliran Guru Diamuk Beruang Madu
Berdasarkan data kelompok umur penderita, sebagian besar yang terjangkit berada di usia produktif antara 20-29 tahun dengan total 754 penderita. Sedangkan usia sekolah atau tingkatan Anak Baru Gede (ABG) yaitu antara 5-19 tahun terdata 68 orang.
Kepala Dinkes Sulut dr Jemmy Lampus menuturkan, HIV/AIDS adalah penyakit menular yang paling mengancam. Karena, hingga kini belum ada obatnya. “Sifatnya jangka panjang. Tak jarang penderitanya bisa hidup normal, sampai munculnya gejala klinis. Setelah bertahun-tahun, kemudian semakin parah dan berkembang menjadi AIDS,” ujarnya kepada Manado Pos (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Surat Kedua KASN Diributkan Lagi
Dijelaskannya, beberapa ciri seseorang yang positif terjangkit HIV/AIDS seperti terjadi gangguan pernapasan, gangguan pencernaan, penurunan berat badan drastis, gangguan sistem saraf dan jaringan kulit. Khusus penderita wanita, akan mengalami gangguan reproduksi, timbulnya jamur dan gangguan saluran kemih.
“Perlu diketahui, kematian yang disebabkan infeksi HIV kebanyakan bukan karena infeksi virus. Melainkan dampaknya, yakni turunnya kekebalan tubuh atau sistem imun penderita,” jelas Lampus.
BACA JUGA: Waspada! Jalan Sumbar-Riau Rawan Longsor
Penyakit ini, menurutnya dapat menular dari berbagai cara. Mulai dari penggunaan jarum suntik narkoba, sampai melakukan hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti. Tapi, tidak menular dari gigitan nyamuk dan keringat penderita.
“Karena faktor homoseksual ada 94 kasus, faktor heteroseksual 1551 kasus, biseksual tiga kasus. Untuk faktor perinatal (penularan ibu ke janin, red) ada 84 kasus. Sementara untuk penggunaan jarum suntik (Napza/IDU, red) ada 117 kasus,” papar Lampus.
Sedangkan, jika dikelompokkan berdasar profesi, Pekerja Seks Komersial (PSK) bukanlah yang paling banyak terserang. Justru didominasi karyawan swasta dan Ibu Rumah Tangga (IRT). “Kalau dikalkulasi, sangat dominan IRT. Data kami, ada 361 ibu-ibu yang terserang. Karyawan swasta ada sekira 571, sudah termasuk laki-laki dan perempuan,” terang mantan Direktur RSJ Ratumbuysang ini.
Sementara, untuk daerah sebaran HIV/AIDS terbesar ada di Manado dan Bitung dengan 1065 penderita. “Mungkin pengaruh gaya hidup. Pola hidup masyarakat di perkotaan lebih bebas dibanding daerah. Apalagi, penyakit masyarakat, berupa prostitusi semakin menjamur,” ungkap Lampus.
Untuk menekan jumlah penderita HIV/AIDS di Sulut, ditambahkannya, masyarakat perlu pro-aktif. “Kalau mau melakukan deteksi dini, nanti kami fasilitasi. Kerahasiaannya pasti dijamin. Juga ada sosialisasi dan penyuluhan terkait gejala dan bahaya HIV/AIDS. Pada akhirnya, masyarakat juga lah yang akan menentukan pilihannya,” kuncinya.
Sementara itu, di sela kegiatan road show siswa kristen berprestasi di SMA Negeri 1 Manado yang dihadiri Penjabat Gubernur Sulut Soni Sumarsono dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Sulut dr M S J Tangel Kairupan, gubernur mempertanyakan mengapa IRT paling banyak menderita HIV/AIDS. “Mengapa begitu?”.
Sumarsono yang belum dua bulan menjabat gubernur ini tampaknya terkejut. “Itu karena kebanyakan perempuan yang datang memeriksakan diri menjawab atau menulis profesinya IRT. Soal itu, kami tidak bisa intervensi,” terang Kairupan. (tr-04/lyw/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Senator asal Riau: Tindakan Oknum HMI Makassar Seperti Preman, Mau Kongres apa Perang?
Redaktur : Tim Redaksi