Pendidikan Induktif: Merajut Karakter Sekolah Menuju Potensi Optimal

Oleh Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara

Kamis, 01 Februari 2024 – 10:09 WIB
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, tidak hanya mengandalkan kekayaan alamnya, tetapi juga dikenal sebagai rumah bagi berbagai suku, tradisi, dan kepercayaan.

Setiap wilayah di Indonesia memiliki keunikan budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masing-masing tempat.

BACA JUGA: Debat Terakhir, Ganjar Bakal Sampaikan Program Pendidikan yang Inklusif

Keberagaman inilah yang seharusnya menjadi aset berharga dalam membentuk karakter sekolah, di mana interaksi antarkebudayaan menjadi landasan penting dalam proses pendidikan.

Namun, di tengah kekayaan budaya ini, terdapat tantangan serius yang perlu diatasi, yaitu kurikulum pendidikan yang sering kali abstrak dan tidak memperhatikan kekayaan budaya setempat.

BACA JUGA: Selain Hidupkan Perekonomian, Anies Juga Prioritaskan Akses Pendidikan di Pantura

Hal ini mengakibatkan sekolah menjadi semacam tempat asing bagi para siswa, di mana kurangnya keterlibatan budaya lokal dapat mengurangi semangat belajar mereka.

Kurikulum yang tidak sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat lokal dapat menciptakan situasi keterpaksaan dalam pembelajaran.

BACA JUGA: Pentingnya Kesopanan, Integritas, dan Kebajikan dalam Dunia Bisnis

Keterpaksaan ini, jika menjadi kebiasaan, berpotensi menciptakan luka mental bahkan trauma yang sulit diatasi.

Proses pembelajaran yang tidak relevan dengan konteks budaya lokal dapat menghambat perkembangan siswa dan mengurangi daya serap mereka terhadap materi pembelajaran.

Oleh karena itu, penting bagi sekolah, terutama di kampung atau desa, untuk secara aktif menggali potensi-potensi lokal sebagai sumber pembelajaran yang nyata dan relevan.

Melibatkan budaya lokal dalam kurikulum tidak hanya menciptakan suasana belajar yang lebih inspiratif, tetapi juga memungkinkan siswa untuk merasakan identitas mereka sebagai bagian integral dari masyarakat.

Inisiatif ini tidak hanya menghasilkan generasi yang memiliki pemahaman mendalam tentang warisan budaya, tetapi juga menciptakan ikatan emosional dan motivasi intrinsik yang kuat dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, membangun karakter sekolah melalui pendidikan induktif yang mengakui dan memanfaatkan kekayaan budaya lokal adalah langkah krusial untuk menghasilkan generasi yang tangguh, kreatif, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar mereka.

Contohnya, jika di sekitar lingkungan sekolah terdapat aliran sungai dan terdapat murid yang memiliki kebiasaan menangkap ikan, pendekatan pembelajaran dapat dimulai dari pengalaman konkret mereka.

Murid dapat diundang untuk berbagi cerita tentang proses menangkap ikan, tujuan dari penangkapan ikan, manfaat gizi yang diperoleh, serta penggunaan uang hasil penjualan ikan jika dijual.

Pendekatan berpikir yang diterapkan oleh murid tersebut bersifat induktif, yaitu dimulai dari sumber-sumber partikular yang kemudian ditarik kesimpulan dalam pernyataan umum.

Dalam analisis Iqbal (seperti yang diungkapkan di brainyquote.com, 2023), akal induktif, yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan, dianggap sebagai sebuah prestasi.

Melibatkan para murid sejak dini dalam pembelajaran yang terkait dengan kehidupan sehari-hari mereka akan membantu mereka membangun pemahaman lebih kontekstual dan sesuai dengan jati diri mereka.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka, melainkan merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka.

Dengan demikian, mereka dapat dengan mudah membayangkan potensi kejadian berdasarkan pengalaman konkret yang mereka miliki.

Sekolah yang menganut pendekatan berpikir induktif tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir elementer, tetapi juga membuka jalan bagi perkembangan kemampuan berpikir deduktif, deduktif-induktif, dan ineratif.

Para murid menjadi terampil dalam menyampaikan gagasan, baik yang mendasari, mendahului, bercampur, atau berada di tengah-tengah rumusan pemikiran.

Berpikir induktif, sebagai langkah awal, menjadi pemicu bagi pemikiran elementer sebelum memasuki kompleksitas suatu gagasan.

Oleh karena itu, dalam pendidikan dasar, penting untuk memberikan perhatian pada dimensi psikomotorik dan afektif melalui pengalaman sehari-hari.

Pengalaman tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam proses berpikir, diungkapkan secara kronologis, dan disampaikan berdasarkan fakta-fakta yang ditemui.

Dengan demikian, pendidikan menjadi lebih relevan dan berdaya guna bagi perkembangan holistik siswa.

Metode pembelajaran berpikir induktif, yang telah banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah unggulan, mendorong kegiatan meneliti, mengamati, menyelidiki, dan menyimpulkan fakta-fakta berdasarkan pengalaman pribadi.

Apabila kegiatan ini disusun secara terstruktur, pengembangan diri para murid dapat dicapai secara optimal, membekali mereka dengan kemampuan literasi, numerasi, dan sains yang kokoh.

Oleh karena itu, diharapkan bahwa institusi pendidikan, terutama di jenjang dasar dan menengah, memberikan perhatian yang lebih intens terhadap pembelajaran yang berfokus pada pemikiran induktif.

Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan mutu pendidikan, melainkan juga membentuk karakter sekolah yang responsif terhadap keberagaman budaya lokal, menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan.

Sebagai catatan akhir, Indonesia, dengan kekayaan budaya beraneka ragam, menghadapi tantangan dalam aspek pendidikan terutama terkait kurikulum yang tidak selalu mencerminkan keberagaman budaya setempat.

Kurikulum yang bersifat abstrak dapat memunculkan keterpaksaan dalam proses pembelajaran, berpotensi menimbulkan luka mental atau trauma.

Maka dari itu, pendekatan pembelajaran berpikir induktif, yang menekankan pada pengalaman konkret dan potensi lokal, dianggap sebagai elemen kunci.

Model pembelajaran semacam itu tidak hanya melatih kemampuan berpikir elementer, tetapi juga membuka pintu bagi perkembangan berpikir deduktif, deduktif-induktif, dan ineratif.

Pada tingkat pendidikan dasar, sangat penting untuk memberikan perhatian pada dimensi psikomotorik dan afektif melalui penerapan pengalaman sehari-hari.

Dengan mengadopsi metode pembelajaran berpikir induktif, diharapkan sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan, bersifat responsif terhadap keberagaman budaya lokal, dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan.(***)


Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler