Pendidikan Karakter Butuh Keteladanan

Jumat, 12 September 2014 – 14:10 WIB
IKUT ATUR PEMUDIK. Siswa sekolah yang tergabung dalam anggota Pramuka ikut mengatur jalanan yang dipadati pemudik. Sebuah sikap keteladanan yang terpancar dari anak didik. Foto: Andri Wiguna/Radar Cirebon/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pemerhati pendidikan, Prof Abdul Munir Mulkhan mengatakan anak didik yang memiliki karakter baik tidak terbentuk dengan sendirinya. Karakter bukan sesuatu yang terberi atau terbentuk dari sananya (given).

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu menjelaskan, karakter adalah sesuatu yang dibentuk, dikonstruksi, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya seorang anak.

BACA JUGA: Warning, 22 Persen Pelajar Gunakan Narkoba

“Anak itu ibarat kanvas putih bersih. Diberi goresan hitam, ia akan menjadi hitam. Diberi goresan kuning, ia akan  menjadi kuning. Atau yang lebih tepat, anak itu ibarat lempung. Dan kita, orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah yang membentuk lempung itu. Akan berbentuk apa lempung itu, hal itu tergantung mereka yang membentuknya,” kata Abdul Munir Mulkhan saat dihubungi wartawan, Jumat (12/9).

Pernyataan Abdul Munir Mulkhan ini berkaitan dengan perbincangan tentang pendidikan karakter yang menjadi fokus kurikulum 2013. Perbicangan ini berkaitan dengan bagaimana dan cara yang harus dilakukan agar anak didik dari SD hingga SMU menginternalisasi, menjalankan, dan terus menjadikan pegangan dalam kehidupan ke-18 karakter yang ingin dikembangkan dalam kurikulum 2013 itu.

BACA JUGA: Ongkos Penerjemahan Buku Terlalu Murah

Ada 18 karakter yang hangat dibahas. Masing-masing; religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Pria yang menulis buku Revolusi Kesadaran dalam Serat-Serat Sufi (2003) ini mengatakan bahwa kurang tepat menjalankan pendidikan karakter ini semata-mata dengan bersandar pada pendidikan agama, sebagaimana yang banyak dilakukan di berbagai sekolah. Menurutnya, agama penting namun ia hanya akan berfungsi sebagai  kontrol internal pada diri sang anak.

BACA JUGA: Kemendikbud Tuding Balik Mahasiswa

Praktisi pendidikan yang akrab dengan dunia sufisme dan tasawuf ini menambahkan yang tak kalah penting dibanding agama adalah lingkungan pendidikan sang anak. Selain lingkungan keluarga di mana orangtua dan orang yang lebih dewasa menjadi teladan, perlu juga ada teladan baik dari lingkungan sekolah sang anak. Jadi para guru dan orang-orang yang terkait dengan administrasi sekolah juga harus juga memberikan contoh perilaku yang baik kepada sang anak.

“Ubah lingkungan di mana sang anak itu tumbuh jadi lingkungan yang memberi teladan baik. Tempatkan ia dalam lingkungan yang memunculkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Lingkungan inilah yang terutama membentuk lempung (anak) itu,” kata pria yang sudah akrab dengan dunia pendidikan selama kurang lebih 50 tahun ini.

Dikatakan pula Munir Mulkhan bahwa dalam membangun karakter diperlukan juga semacam reward and punishment untuk sang anak, terutama di sekolah. Jika ia berlaku baik, beri semacam “hadiah” apa pun bentuknya, entah itu pujian atau apa pun. Jika ia berlaku buruk, beri juga ia hukuman.

"Lingkungan dan reward and punishment ini  nantinya akan menjadi semacam kontrol eksternal (sosial) pada diri sang anak, yang lazimnya jauh lebih efektif ketimbang sekadar kontrol internal dalam membentuk karakter baik anak," pungkasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Job Fair UM Diramaikan 68 Perusahaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler