jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil atas Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Uji materiil itu diketahui diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
BACA JUGA: Dorong Keandalan Operasi Hulu Migas, Pertamina Perluas Digitalisasi di Sumatera
Diktum Putusan Nomor 61/PUU-XVIII/2020 dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman Kamis (29/9).
Kuasa Hukum Pertamina Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dari IHZA & IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mengatakan permohonan uji materiil yang diajukan oleh FSPPB ditolak seluruhnya oleh MK, artinya Pasal 77 dari UU BUMN yang diujikan ke MK itu dinyatakan tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.
BACA JUGA: Kilang Pertamina Cilacap Raih Sertifikat ISO 50001:2018
Yusril menuturkan, pendirian holding Pertamina hanya mengubah statusnya menjadi holding.
"Pemerintah memerlukan legitimasi secara hukum, baik segi undang-undang maupun Konstitusi UUD 1945," katanya.
BACA JUGA: Keputusan MK Dinilai Tepat Terkait Restrukturisasi Pertamina
Hal itu, menurut Yusril, ditujukan agar Pertamina ke depan dapat melakukan lompatan menjadi suatu perusahaan kelas dunia yang mempunyai kekayaan sampai USD 100 miliar.
Hanya mungkin dicapai, jika Pertamina diubah statusnya menjadi holding dan kemudian membentuk anak-anak dan cucu perusahaan.
Majelis hakim MK, kebijakan yang diambil Pertamina saat ini tidak menghilangkan kewenangan penguasaan oleh negara terhadap sumber daya alam.
Hal itu juga terkait kontrol pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang.
Diharapkan kepentingan rakyat yang dijalankan oleh negara sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945 dapat terjamin dengan sebaik-baiknya.
“MK sebenarnya bukan baru pertama kali mengadili uji materiil terhadap pasal yang sama, yang diajukan oleh pemohon-pemohon yang lain khususnya terkait dengan Pasal 33 UUD 45. Karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi kali ini, sebenarnya hanya menegaskan atas putusan-putusan Mahkamah sebelumnya atas tafsir Pasal 33,” imbuhnya.
Yusril juga mengatakan MK menilai pendirian holding yang dilakukan oleh Pertamina itu sesuatu yang tidak salah.
Dibenarkan oleh Pasal 77 UU BUMN serta tidak menabrak Pasal 33 UUD 1945.
Apalagi bila privatisasi itu terjadi pada tingkat anak perusahaan Pertamina, di mana anak perusahaan tersebut sebenarnya bukan secara langsung merupakan BUMN.
Menurutnya, penguasaan negara melalui Pertamina secara tidak langsung.
"Pertamina mempunyai anak perusahaan, Pertamina menguasai 90 persen sahamnya, tapi 10 persen bisa dilepas ke publik atau pemerintah memiliki golden share atau saham merah putih," ungkapnya.
Yusril menerangkan pada kondisi tersebut, pemerintah mempunyai Hak Veto dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan-kepentingan bangsa dan negara.
Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 45 tetap dapat terjamin pelaksanaannya.
Pada uji materiil ini, para pemohon mendalilkan tidak boleh dilakukan privatisasi terhadap perusahaan-perusahaan yang mengolah sumber daya alam termasuk Pertamina.
“Baik holdingisasi dan privatisasi dapat dilakukan, sepanjang tidak menghilangkan kekuasaan negara dalam pengelolaan sumber daya alam yang kita miliki,” tegas Yusril. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia