Penegak Hukum Bikin Malu jika Lanjutkan Kasus Ongen

Senin, 18 April 2016 – 12:07 WIB
ILUSTRASI. FOTO: JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Pakar semiotika Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah, Ferry Rita membantah pernyataan ahli bahasa Polri yang menyebut Yulian Paonganan alias Ongen melanggar Undang-Undang Pornografi serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Ia mengatakan, secara simbolisasi, foto artis Nikita Mirzani dan Presiden Joko Widodo tidak mengandung unsur porno termasuk dari sisi unsur kinesik. Sebab, lanjut dia,  dalam foto tersebut sorotan mata biasa tidak ada lirikan mesra.

BACA JUGA: Jaksa Agung: Buron BLBI Menyebar

Ia melihat gerakan tangan juga biasa. Tidak ada raba-meraba dan raut wajah sang artis tidak merona merah. Bahkan, gerakan tubuh normal tidak ada pelukan atau rangkul-merangkul. 

“Jadi tidak ada tanda-tanda atau fenomena yang dapat dikonotasikan bahwa mereka seperti orang lagi kasmaran apalagi bersetubuh, tidak terjadi,” kata Ferry Rita. 

BACA JUGA: Ungkap Suap Reklamasi, KPK Garap Anggota DPD RI

Menurutnya pula, kode responsorial yang dishare Ongen di Twitter kepada followersnya hanyalah suatu frase respon spontanitas semata-mata. 

Bahkan, di dalam kode-kode hastak Yulian Paonganan terdapat decak kagum dan simpatik. Sementara dari sisi ikonisasi maka bisa ditarik ke paha. Menurutnya, itu sebuah validitas tanda. Ikon pada paha Nikita bertato tidak representative menimbulkan nafsu birahi. Bahkan sebaliknya, konteks kata ini memiliki nuansa pengertian semiosis yang jelas berbeda.

BACA JUGA: Jokowi Diduga Lindungi Ahok? Ini Kata KPK

“Dalam pengertian ini terlalu gegabah untuk beranggapan bahwa 'paha' diakui sebagai sesuatu yang berhubungan dengan ‘nafsu’ yang sama, ketika melihat ‘mulus’ wanita, atau ketika melihat paha ayam yang ‘montok’ dan ‘gurih’,” jelasnya. 

Karena itu, dia mengatakan, 'paha' tidak selalu dapat didefinisikan sebagai pembangkit ‘nafsu birahi’ atau ‘menerbitkan air liur’. 

Soal alat kelamin anak kecil,  yang diunggah oleh Ongen, dia menilai tidak masuk dalam kategori porno. “Jadi tuduhan itu dari sisi terminology semiosis terbantahkan,” ungkapnya.

Dari sisi Indeks yang menghubungkan jarak tempat duduk, tidak ada keakraban. Karena jarak antara Jokowi dan Nikita sekitar 10-15 centimeter. Di situ, kata dia, tidak ada keakraban, tidak ada kemesraan, apalagi yang untuk dikatakan bersetubuh. 

Dia mengatakan, ungkapan  Ongen di retweet berulang-ulang kali dan dishare kepada followersnya menunjukkan rasa kaget dan malu (ma-siri’) yang sangat dalam. "Yakni tidak bisa menerima perlakuan seseorang yang mendampingi presiden hanya berpakaian seronok seperti itu dalam forum penonton bioskop," katanya. 

Ferry menilai  kasus ini sebaiknya tidak dilanjutkan, karena jika makin melebar akan membuat malu Indonesia. “Bukan hanya Ongen atau orang Sulawesi, tapi malu Indonesia juga,” ujar Ferry.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luhut: Ini Bukan Untuk Menghidupkan PKI!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler