Peneliti Australia Dr Nigel Greenwood menciptakan alat yang berfungsi sebagai pankreas untuk membantu mengatur tingkat kadar gula penderita diabetes.

Penemuan itu merupakan satu dari sejumlah hasil riset yang dilakukan lembaga penelitian Bionics Queensland tahun ini.

BACA JUGA: Goodbye Lockdown, Australia Mulai Hidup Bersama COVID-19

Temuan lainnya berupa alat bantu suara bionik sudah diujicobakan kepada pasien yang kehilangan pita suara akibat kanker.

Pankreas buatan tersebut mampu mempelajari catatan medis seorang pasien untuk memformulasikan kadar insulin yang diperlukan.

BACA JUGA: Warga Indonesia di Sydney Menikmati Kebebasan Setelah Lockdown Berbulan-bulan

"Orang yang memiliki diabetes tipe-1 sangat kesulitan mengatur kadar gula darahnya, karena kondisi mereka sudah tidak tidak stabil sejak awal," jelas Dr Nigel.

Salah seorang penderita diabetes tipe-1 Louise Harmon (21) membenarkan adanya kesulitan tersebut.

BACA JUGA: Bagaimana Dampak Ketegangan Tiongkok-Taiwan terhadap Tionghoa di Australia?

"Keseharian saya disibukkan dengan mengecek tingkat kadar gula sebelum makan dan sebelum tidur. Suntikan insulin ditentukan oleh berapa banyak asupan karbohidrat," ujar Louise.

"Kesalahan perhitungan asupan karbohidrat akan sangat fatal akibatnya," tambahnya.

Dr Nigel bertekad mengatasi kerumitan harian yang dialami para penderita diabetes semacam itu dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).

"Penyakit ini sangat khusus, artinya berbeda-beda pada setiap orang, sehingga kita tidak dapat menerapkan penghitungan konvensional dalam memberikan dosis yang berlaku umum," jelasnya.

Dalam pelaksanaannya, pasien akan menginformasikan makanan apa yang akan dikonsumsi sehingga program AI akan menghitung insulin yang diperlukan, berdasarkan riwayat medis pasien.

Teknologi ini menggunakan bentuk AI yang canggih dan merupakan yang pertama di bidangnya.

"Teknologi AI biasa sama dengan melatih seekor anjing. Kita dapat memberikan pola yang bisa ditangkap oleh AI, tapi AI tidak akan memahaminya," kata Dr Nigel.

"Bentuk AI yang kami kembangkan ini bisa menyadari adanya ambiguitas dalam pola diketahuinya," jelasnya.

Dr Nigel dan timnya sedang mempertimbangkan penyediaan program tersebut di telepon pintar dan perangkat lainnya. Ia berharap dapat bermitra dengan perusahaan Amerika yang memproduksi pompa insulin.

"Kami berkolaborasi untuk membangun pankreas buatan bionik," katanya.

"Teknologi ini sangat berbeda dari cara dokter memberi dosis insulin. Untuk implementasi pankreas bionik ini, kami membutuhkan jenis pompa yang sangat khusus," tambahnya.

"Banyak teknologi di pasaran saat ini tidak akurat, tidak tepat waktu, sehingga dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang salah," katanya. Alat bantu suara bionik

Penemuan lainnya dari Bionic Queensland yaitu alat bantu suara bionik ciptaan Dr Farzaneh Ahmadi.

Alat ini akan membantu orang yang kehilangan suara akibat kanker tenggorokan.

Orang yang selamat dari penyakit ini biasanya harus diangkat pita suaranya sehingga tidak dapat berbicara lagi.

Kotak suara buatan yang ada di pasaran saat ini masih harus ditanam melalui operasi dan menghasilkan suara yang bernada robotik.

"Saat ini, bagi orang yang kehilangan pita suaranya, belum ada teknologi yang bisa mengembalikan suara alami mereka," jelas Dr Farzaneh.

Sebaliknya, temuan yang diberi nama Laronix ini, menggunakan kecerdasan buatan untuk mempelajari sinyal pernapasan seseorang ketika mencoba berbicara.

Informasi disimpan dalam database kemudian diubah untuk menghasilkan suara yang terdengar alami.

"Kecerdasan buatan itu sebenarnya adalah teknologi yang sangat matang yang memiliki kemampuan untuk belajar. Jika inputnya seperti ini, maka seharusnya seperti itu pula outputnya," jelas Dr Farzaneh.

Alat bantu suara yang ada saat ini masih menggunakan suara pria.

Laronix mengubah hal ini karena basis datanya yang berisi suara pria dan wanita.

Teknologi tersebut juga mempelajari suara dari rekaman suara atau video pasien  tersebut untuk membuat bank suara yang dipersonalisasi.

"Saat ini masih harus rekaman berkualitas tinggi. Namun seiring dengan pematangan sistem ini, rekaman suara dari video biasa juga akan membantu," katanya.

Terobosan ini memberikan harapan bagi para penyintas kanker tenggorokan.

"Lebih dari setengah juta orang di dunia hidup dengan kondisi ini. Mereka memiliki tingkat bunuh diri tertinggi kedua di antara semua penderita kanker," kata Dr Farzaneh.

Salah seorang pasien bernama Bobbi Lehman (75) kehilangan suaranya setelah selamat dari kanker tenggorokan.

Putrinya, Amanda Oliver, menjelaskan bahwa ibunya awalnya memiliki prostesis suara yang merusak jaringan di lehernya karena harus terus-menerus dirawat.

"Prostesis yang dia miliki bocor, yang cukup berbahaya karena bisa menimbulkan cairan di paru-paru," jelasnya.

"Dia keluar-masuk dari rumah sakit mencoba memasang alat bantu tapi sangat bermasalah sehingga tak jadi menggunakannya," ujar Amanda.

"Dia akhirnya memilih kehilangan suara karena alat itu terlalu berbahaya baginya," katanya.

Untuk menghindari pengalaman menyakitkan seperti ini, Dr Farzaneh Ahmadi ingin memastikan kotak suara bionik Bobbi dapat dipakai kembali.

Pengguna dapat menempelkan bagian kotak suara di leher mereka, memakai headset yang terhubung ke tabung, kemudian dimasukkan ke dalam mulut mereka untuk membantunya berbicara.

Dr Farzaneh menyebut alat temuannya ini sudah bisa dijual bebas tahun depan.

Menurut Dirut Bionics Queensland Dr Robyn Stokes, sejumlah penemuan bionik yang dilakukan lembaganya tahun ini semakin menempatkan negara bagian tersebut di panggung dunia teknologi medis.

"Bionik medis memiliki pasar global, makanya kami terus membuka jalan bagi para inovator," jelasnya.

 

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.  

BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Bakal Hukum Medsos yang Lindungi Netizen Tukang Fitnah

Berita Terkait