Di Australia setidaknya 1.300 perangkat 'smart phone' rusak setiap harinya dan penyebab utamanya adalah layar yang retak atau pecah.

Menurut data dari situs Finder, jumlah total uang yang dikeluarkan warga Australia selama lima tahun untuk mempebaiki layar ponsel mereka bisa mencapai AU$755 juta, atau sekitar Rp7,5 triliun.

BACA JUGA: Begini Cara Australia Yakinkan ASEAN Kapal Selam Nuklir Bukan Ancaman

Tapi tim peneliti di University of Queensland akan bisa menyelesaikan masalah ini.

Bekerja sama dengan para peneliti di berbagai negara, mereka berhasil membuka kunci teknologi untuk menghasilkan kaca komposit generasi baru yang digunakan di ponsel pintar, televisi, komputer, dan bahkan lampu LED.

BACA JUGA: Pemegang Visa Sementara Desak Pemerintah Australia Angkat Mereka Jadi Warga Permanen

Salah seorang peneliti, Dr Jingwei Hou menjelaskan temuan mereka akan memungkinkan pembuatan layar kaca yang tidak bisa pecah dan memberikan kualitas gambar yang lebih jernih.

"Masalah yang kita alami setiap hari, seperti layar iPhone saya sendiri yang rusak empat atau lima kali, membutuhkan biaya besar untuk memperbaikinya," kata Dr Jingwei.

BACA JUGA: Permanent Resident Jadi Alasan Australia Masih Menarik di Mata Mahasiswa Internasional

Dia mengatakan kaca yang saat ini digunakan sebagai layar ponsel sangat padat dan tidak fleksibel.

"Artinya kaca seperti itu bisa rusak," ucapnya.

Untuk mengatasi masalah kerusakan ini, tim peneliti memanfaatkan mineral yang disebut perovskite, yaitu kristal kalsium titanium oksida.

Namun tim peneliti menemukan "nanocrystals" perovskite sangat sensitif terhadap cahaya, panas, udara dan air.

"Jadi tim pakar kimia dan ilmuwan material kami kemudian mengembangkan proses revolusioner untuk membungkus atau mengikat nanocrystals dalam kaca berpori," jelas Dr Jingwei.

"Proses inilah yang menjadi kunci untuk menstabilkan material, meningkatkan efisiensinya dan menghambat munculnya timbal beracun," katanya.

"Perovskite adalah bahan yang sangat fungsional, tapi karena kepekaannya, maka harus dimasukkan ke dalam kaca," tambahnya.

Tim peneliti mengambil material seperti seng, dan menggunakan molekul organik yang dapat mengikat seng tersebut.

Mereka kemudian menggunakan kekuatan mekanik untuk mengubahnya menjadi kaca.

Dalam proses ini jutaan lubang kecil yang tak terlihat oleh mata manusia disuntik dengan nanocrystals dan tetap terlindungi, terbungkus di dalamnya.

"Dengan melakukan proses seperti ini, kami akhirnya dapat menstabilkan material dan memungkinkannya digunakan untuk produk baru seperti panel surya, tampilan layar yang sama sekali baru, atau pencitraan medis yang lebih detail sehingga meningkatkan hasil diagnosa seorang pasien," jelasnya.

Dekan Fakultas Teknik University of Queensland, Profesor Vicki Chen, mengatakan teknologi ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

"Masalahnya soal stabilitas, stabilitas, dan stabilitas. Tapi kami dapat menggabungkan material generasi baru ini dengan perovskite sehingga tercapai stabilitas tinggi. Artinya, sekarang dapat diterapkan dalam berbagai industri," kata Profesor Vicki.

Ia menjelaskan, perovskite dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, tapi juga dapat memadukannya dengan radiasi elektromagnetik sehingga memancarkan semua jenis warna.

"Artinya kita dapat memiliki semua jenis layar yang jernih dengan menggunakan lebih sedikit energi, dan memiliki resolusi warna yang sangat tinggi," papar Prof. Vicki.

Dr Jingwei menambahkan, penelitian mereka dilakukan bekerja sama dengan Universitas Leeds, Universitas Cambridge dan Université Paris-Saclay.

Ia menjelaskan temuan ini akan memungkinkan layar ponsel, TV, komputer dan pencitraan realitas virtual yang memiliki "kualitas dan kekuatan gambar yang sangat menakjubkan".

Selain itu, katanya, temuan mereka juga akan menjadikan panel surya yang mampu mengubah cahaya menjadi energi melalui kaca nano pada ponsel pintar.

"Sebuah panel surya mengubah cahaya menjadi energi dan layar tampilan mengubah energi menjadi cahaya," katanya.

"Kemungkinan di masa depan kami bisa membuat satu bahan yang dapat melakukan keduanya sekaligus," jelasnya.

"Hasilnya bisa menunjukkan gambar sebening kristal dan kemudian saat ponsel tidak digunakan, dia akan mengisi baterainya sendiri bahkan dari cahaya dalam ruangan saja," jelasnya.

Pakar teknologi dan co-host podcast Vertical Hold Alex Kidman mengatakan kaca di layar ponsel jauh lebih baik dari waktu ke waktu.

"Kita memiliki kaca yang semakin kuat, terutama pada ponsel premium," kata Alex.

"Banyak pembuat telepon menjadikan telepon buatan mereka sangat sulit untuk diperbaiki oleh pihak ketiga," jelasnya.

"Begitu ponsel kita jatuh, peluangnya retaknya 50-50," ucapnya.

Menurutnya, tantangan dari temuan penelitian seperti yang dilakukan di University of Queensland yaitu bagaimana menerapkannya dalam produksi massal berbiaya rendah.

"Pertanyaannya adalah bisakah mereka menerapkannya untuk satu juta ponsel tanpa menimbulkan harga satu juta dolar untuk tiap ponsel," katanya.

Namun dia mengakui bahwa penelitian itu tentu saja menarik bagi kalangan industri.

Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Science.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ingin Mengubah Kultur Konflik Menjadi Perdamaian di ASEAN

Berita Terkait