jpnn.com - Peneliti BRIN Muhamad Haripin melontarkan kritik terhadap pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) yang dinilai mengandung banyak permasalahan.
"Di pihak Pemerintah sendiri masih bingung dengan fungsi dan tujuan dari adanya DPN," kata Haripin dalam diskusi tentang DPN yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di Kantor Imparsial, Kamis (19/12/2024).
BACA JUGA: Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM
Dia lantas menyinggung pernyataan humas Kementerian Pertahanan terkait tumpang tindih fungsi DPN dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) tidak menjawab permasalahan, justru makin memunculkan kebingungan bagi publik.
Permasalahan ini menurutnya tidak terlepas dari cepatnya perumusan kebijakan tentang DPN dan mencerminkan semrawutnya proses perumusan kebijakan pertahanan negara di era Presiden Prabowo Subianto.
BACA JUGA: Eks Staf Ahli DPD Laporkan Senator ke KPK
"Juga, betapa agresifnya konsolidasi kekuasaan pemerintahan, khususnya di sektor pertahanan jika dilihat lebih makro," ujarnya.
Hal ini dinilai Haripin bisa menandakan bahwa pembentukan DPN, serta adanya mutasi dan rotasi di institusi TNI menyediakan jabatan-jabatan strategis yang baru.
BACA JUGA: Budi Arie Diperiksa Bareskrim, Habiburokhman Gerindra Merespons Begini
"Itu dapat dilihat sebagai bentuk dari upaya konsolidasi Presiden dan menjadi ajang untuk memenuhi kepentingan politik Presiden Prabowo Subianto," tuturnya.
Menurut dia, DPN merupakan produk yang tidak jelas dan ini menjadi masalah dalam perumusan kebijakan karena memperlihatkan pemerintah tidak satu suara dalam hal ini.
Kemudian, Haripin memandang susunan dari DPN itu sendiri menjadi masalah lain. Ada tiga kedeputian, yakni Kedeputian Geostrategi, Geopolitik, Geoekonomi yang secara konsep menurutnya tidak jelas.
Haripin menyebut yang lebih membahayakannya adalah apa yang menjadi tugas dari Kedeputian Geopolitik, yakni menyelenggarakan koordinasi dan penyusunan rancangan kebijakan terpadu pertahanan negara dan pengerahan komponen negara dari aspek ideologi, politik dan sosial-budaya.
"Fungsi dan tugas ini berpotensi untuk digunakan sebagai alat mobilisasi untuk menjustifikasi kebijakan atau saran kepada Presiden yang justru di luar ruang lingkup pertahanan negara," ujarnya.
Oleh karena itu, Haripin menyarankan agar pemerintah memikirkan ulang urgensi dan relevansi DPN ke depan karena berisiko adanya tumpang tindih antara DPN, Wantannas ataupun lembaga lain yang memiliki irisan isu, termasuk sumber daya anggaran untuk pembiayaan DPN menambah alokasi anggaran dalam APBN.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam