Peneliti Ecoton Ungkap Pengaruh Galon Air Minum Sekali Pakai bagi Lingkungan

Rabu, 20 Januari 2021 – 16:30 WIB
Ilustrasi. Foto: Darren Staples/Reuters

jpnn.com, JAKARTA - Organisasi lingkungan Indonesia Ecoton menolak penggunaan kemasan plastik dan kemasan galon air sekali pakai.

Selain akan menghabiskan sumber daya alam, ada potensi yang lebih mengkhawatirkan lagi dari galon sekali pakai ini, yaitu kehadiran miroplastiknya.

BACA JUGA: Ibrahim Tewas Ditikam, Usus Sampai Terburai, Anak Korban Sebut Pelakunya Pak Joko

Peneliti Ecoton, Andreas Agus Kristanto Nugroho melihat produsen air kemasan galon sekali pakai mencari kesempatan untuk menggunakan momentum pandemi Covid-19, dengan mengatakan produk mereka lebih hygienis.

Karena saat ini masyarakat sangat mengkhawatirkan kesehatannya.

BACA JUGA: Buron 7 Tahun, Sunandi Sempat Kabur ke Bogor, Akhirnya Diringkus di Telukbetung Timur

“Produsen galon sekali pakai ini telah melakukan greenwashing seolah-olah dia peduli lingkungan, tetapi ternyata ketika ditelusuri lebih lanjut itu hanya klaim mereka supaya produk galon sekali pakai ini dibeli masyarakat. Padahal kalau karena masalahnya hygienis, galon guna ulang hygienis kok,” ungkapnya.

Andreas mengatakan bahwa cara yang paling benar dalam mengurangi sampah plastik adalah reduce (mengurangi) penggunaan plastik, kemudian reuse (menggunakan secara berulang) dan kalau sudah mentok baru recycle (mendaur ulang).

BACA JUGA: Galon Sekali Pakai Bisa Didaur Ulang

Kehadiran galon sekali pakai ini menunjukkan progam pengelolaan sampah yang digerakkan pemerintah selama ini melalui 3R (reduce, reuse, recycle) menjadi sia-sia.

“Karena, dengan mengijinkan galon sekali pakai ini beredar di masyarakat,  pola pikirnya masih mendahulukan recycle,” katanya.

Dia mengatakan alasan produsen galon sekali pakai yang menganggap kemasannya masih bisa di-recycle tidak bisa dibenarkan. Apalagi belum ada rekam jejak produsen itu dalam melakukan upaya daur ulang.

“Meskipun bisa di daur ulang pasti galon sekali pakai ini tetap akan menambah banyak mikroplastik yang dilepas ke alam. Potongan-potongan plastik itu berpotensi menjadi transporter bahan-bahan berbahaya yang ada di lingkungannya. Karena plastik itu adalah zat kimia,  maka bisa mengganggu kesehatan manusia,” ucapnya.

“Jadi kalau yang lebih didahulukan itu daur ulang atau recycle-nya, kita menganggap itu adalah penyelesaian masalah sampah plastik yang salah. Langkah itu tidak akan mengurangi sampah yang kita hasilkan. Tetapi kadang-kadang kita terbalik, yang diutamakan itu recycle-nya seperti yang dilakukan produsen galon sekali pakai yang ditolak kehadirannya oleh para aktivis lingkungan,” ujar Andreas Agus Kristanto Nugroho, Selasa (19/1).

Karenanya, Andreas menyarankan agar pemerintah mengubah defenisi sirkular ekonomi. Menurutnya, sirkular ekonomi bukan hanya dalam bentuk ekonomi semata, tetapi bagaimana masyarakat juga bisa bertanggung jawab dengan pola konsumsi mereka.

Maka ketika masyarakat sadar bahwa yang dikonsumsinya  itu menjadi sampah, maka mereka tidak harus mengulangi pemakaian terhadap produk itu. “Seharusnya yang dimaksud sirkular ekonomi itu seperti itu, dan ini yang tidak dibentuk oleh pemerintah,” tukasnya.

Dikatakan, biasanya lingkungan selalu kalah dengan hitung-hitungan ekonomi.  Ini yang menyebabkan ketika industri mengklaim itu menjadi sesuatu yang bisa di-recycle, pemerintah langsung mengijinkannya.  

“Tetapi seharusnya penolakan sampah itulah yang utama kalau pemerintah mau benar-benar melakukan pengolahan sampah yang bernama plastik ini. Di mana harus ada pembatasan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai,” ucapnya.

Apalagi menurut Andreas, hanya 20% saja dari sampah plastik itu yang benar-benar bisa di-recycle, sisanya sebanyak 80% adalah downgrade atau sudah tercemar.

BACA JUGA: Pasutri Tepergok Melakukan Aksi Tak Terpuji di Kebun Karet
 
Kehadiran galon sekali pakai ini bisa dipastikan akan menambah sampah plastik yang ada di Indonesia dan lebih membahayakan lingkungan.(dkk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler