jpnn.com, JAKARTA - Peneliti LIPI Adriana Elisabeth berharap publik tidak salah memahami persoalan yang terjadi antara pemerintah Tiongkok dengan etnis Uighur. Menurut dia, persoalan pemerintah Tiongkok dengan etnis Uighur tidak berkaitan dengan urusan keagamaaan.
Dia menjelaskan, persoalan antara pemerintah Tiongkok dengan etnis Uighur berkaitan dengan politik. Pemerintah Tiongkok hanya menindak etnis Uighur yang terindikasi ingin memerdekakan diri.
BACA JUGA: Tuding Tiongkok Bakar Alquran Muslim Uighur, Mesut Ozil Diundang ke Xinjiang
"Soalnya mereka yang punya ideologi untuk memerdekakan diri dari Tiongkok atau bertentangan dengan kebijakan negara itu yang mengalami tindakan yang represif," kata Elisabeth di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
Menurut Elisabeth, etnis Uighur yang tidak punya niat memerdekakan diri mendapatkan perlakuan baik dari pemerintah Tiongkok. Bahkan, sejumlah etnis Uighur mendapat tempat untuk menjalankan aktivitas ekonomi di Negeri Tirai Bambu.
BACA JUGA: Pasukan Paramiliter Tiongkok Gelar Latihan di Wilayah Muslim Uighur
"Jangan salah, kelompok Uighur yang juga melakukan kegiatan ekonomi juga didukung pemerintah Tiongkok. Jadi, kalau dilihat ada indikasi membahayakan, ya, baru kemudian Tiongkok memperlakukan tindakan-tindakan berbeda," lanjut dia.
Di sisi lain, Elisabeth tidak memungkiri bahwa persoalan pemerintah Tiongkok dengan etnis Uighur sudah merembet ke ranah agama. Hal itu tidak lepas dari agama yang dipeluk oleh etnis Uighur yakni Islam.
BACA JUGA: Muslim Uighur Xinjiang Mengaku Diselamatkan Program Pemerintah Tiongkok
"Kalau bicara soal tindakan represif kepada kelompok tertentu itu paling mudah memunculkan identitas, kan," ungkap dia.
Hanya saja, ditegaskan Elisabeth, persoalan pemerintah Tiongkok dengan etnis Uighur bukan dipicu oleh keagamaan.
"Sebenarnya bukan di Tiongkok saja di Indonesia kalau ada kelompok yang punya indikasi memberontak, melawan negara, kan, pasti akan disikapi berbeda. Cuma itu tadi kalau bicara HAM kan, menyikapi perbedaan itu tidak dengan represif, itu yang menjadi soal," tutur dia. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan