jpnn.com - JAKARTA – Perayaan hari raya Idulfitri atau Lebaran sejatinya harus digunakan untuk mempersatukan diri dari berbagai macam perpecahan yang terjadi selama ini.
Bukan mengumbar aksi kekerasan seperti aksi bom bunuh diri di Mapolres Solo, juga bom-bom lain menjelang Idulfitri di Masjid Nabawi, Baghdad, dan Bandara Istanbul.
BACA JUGA: Ini Rute Panjang Pelarian Anwar, Sampai Akhirnya Ditangkap Lagi
“Di Indonesia momentum perayaan hari raya Idulfitri menunjukkan adanya persatuan antara keluarga, kerabat, kampung, negara dan juga agama. Jadi jangan Idulfitri dijadikan momentum untuk mengajarkan kekerasan ataupun perpecahan antarsesama umat, seperti yang dilakukan kelompok-kelompok radikal,” ujar peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Adnan Anwar, Jumat (15/7).
Pria yang juga tokoh pemuda Nahdlatul Ulama (NU) ini mengatakan, dalam agama Islam sendiri tidak pernah mengajarkan kebencian ataupun kekerasan yang tentunya dapat merusak fondasi persatuan bangsa.
BACA JUGA: KemenPAN-RB Somasi Dua Portal Penyebar Hoax Penerimaan CPNS 2016
“Agama Islam yang rahmatan lil ialamin ini mengajarkan kepada umatnya bagaimana pentingnya menjaga persatuan dan menjalin silaturahmi antar sesama umat,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Sekjen PBNU ini.
Sementara Islam yang dijadikan 'kendaraan' oleh kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan, menurutnya telah disalah tafsirkan dengan mengajarkan perpecahan dan kebencian. Termasuk kepada umat Islam yang tidak sepaham dan dianggap kafir.
BACA JUGA: Polri Antisipasi Teror Serangan Truk Seperti di Prancis
“Kekerasan ini yang keliru dan salah tapi tetap diikuti oleh orang-orang yang beraliran keras dan tidak mengerti Islam sebenarnya. Seperti bom bunuh diri di Polres Solo beberapa hari lalu sehari sebelum lebaran. Padahal agama Islam itu sangat mengajarkan kedamaian, toleransi dan kasih sayang antar sesama umat lainnya,” sesal Adnan.
Dijelaskan alumnus Fisip Universitas Airlangga Surabaya ini, sejatinya Idulfitri juga bisa diartikan sebagai puncak dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Idulfitri sendiri memiliki keterkaitan makna dengan tujuan akhir yang ingin diraih dari pelaksanaan kewajiban berpuasa yang bisa diartikan sebagai hari kemenangan bagi umat Islam.
“Kemenangan di sini adalah bentuk dari kemenangan dalam menggapai kesucian atau perwujudan dari kembali kepada keadaan fitrah atau fitri. Dari dua makna di atas,sangat bertolak belakang, radikalisme mengarah kepada perbuatan kepada kekerasan, sementara Idulfitri, bermakna kesucian,” ujarnya.
Ia menegaskan, apabila dalam perayaan Idulfitri, ada perbuatan radikalisme yang dilakukan juga oleh umat muslim karena ketidaksepahaman keyakinan ataupun menganggap kelompoknyalah yang paling benar dalam melakukan ibadah, maka orang tersebut tidak benar memaknai hari raya Idulfitri.
Pria yang juga menjadi penghubung PBNU dengan negara-negara di Timur Tengah ini mengatakan, silaturahmi adalah sarana aktivitas yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan tali persaudaraan demi terwujudunya persatuan umat yang lebih kuat.
Karena kekuatan silaturahmi umat yang begitu besar dampaknya akan berujung pada kekuatan persatuan nasional yang lebih baik ke depannya.
“Dengan sesama umat Islam kita diwajibkan untuk menjalin persaudaraan yang kuat oleh karena sesungguhnya setiap orang yang beriman adalah bersaudara. Sebagai saudara maka umat Islam harus saling tolong menolong dalam kebaikan dan kebajikan, demikian juga terhadap orang-orang lain yang berbeda suku, agama, dan golongan, umat Islam juga diperintahkan untuk saling mengenal dan bersaudara. Jadi bukan mengajarkan kekerasan,” katanya.
Tidak hanya itu, dirinya juga berpesan bahwa momentum Idulfitri yang mengajarkan perdamaian silaturahmi dan halal bi halal ini juga harus dikampanyekan juga melalui dunia maya karena berbagai negara pun juga sangat respek dengan budaya Islam yang ada di Indonesia.
“Hal seperti ini harus disebarkan juga melalui internet. Karena model Idulfitri ala Islam di Indonesia ini juga mulai banyak ditiru negara-negara Islam dunia lainnya termasuk di Arab Saudi yang berpaham wahabi pun juga tertarik dengan model Islam di Indonesia,” pungkas Adnan. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Bapak Menteri Ini, Katanya sih Layak Kena Reshuffle
Redaktur : Tim Redaksi