Penembak Polisi Warga Asal Poso

Sabtu, 28 Mei 2011 – 21:23 WIB

POSO–  Perburuan terhadap dua tersangka yang melarikan ke hutan Sanginora, Kabupaten Poso belum membuahkan hasilTim gabungan yang melakukan penyisiran sejak tiga hari lalu belum lelah dan terus mempersempit ruang gerak kedua pelaku

BACA JUGA: Hobi Memerkosa, Ketiga Kali Kepergok Warga

Hampir semua pemukiman yang ada di sekitar kawasan hutan Sanginora ditempati pasukan gabungan dan siap menyergap tersangka bila sewaktu-waktu turun ke pemukiman.

‘’Penyisiran hanya dilakukan pada siang hari dikarena pada malam hari dinilai sangat riskan dan cuaca di sekitar kawasan hutan Sanginora sering diguyur hujan,’’ ujar salah seorang anggota yang dilibatkan dalam pengejaran dua pelaku kasus BCA berdarah


Hingga Jum’at (27/5) kemarin, adalah hari ketiga polisi melakukan penyisiran dan pengejaran di pegunungan yang menjadi tempat pelarian OTK

BACA JUGA: Bergaya Koboi, Kadis Kesehatan Dicopot

“Belum ketemu
Kami masih terus melakukan pengejaran,” jelas Kapolres Poso, AKBP Pulung Rohmadianto, di Mapolsek Tangkura, seperti diberitakan Radar Sulteng (Grup JPNN).

Pengejaran dilakukan dengan kekuatan yang sama dari sebelumnya

BACA JUGA: Curi Motor untuk Biaya Nikah

Yakni sekitar 150  pasukan gabungan dari Densus 88 Anti terror Polda Sulteng, Brimobda Sulteng, dan pasukan (Buser, Perintis, Intel, Samapta) Polres PosoPulung mengatakan, OTK terduga kuat pelaku penembakan polisi di Palu dan di Sedoa, Napu, Lore Utara, yang dikejar polisi berjumlah dua orangDengan ciri-ciri fisik di antaranya, satu orang berkulit putih, berambut gondrong, dan bertato di lengan, serta satu orang lainnya berambut pendek, memiliki bekas luka bacok di bagian kepala diatas kuping tembus ke dahi, dan gigi depan berlubang (gerupis)

“Identitas yang kami buru sudah ada pada kami,” ujar PulungSayang Kapolres pengganti AKBP Roemtaat ini enggan menyebut identitas atau inisial dua OTK yang masih diburunya itu. 

Dijadikannya gunung Sanginora desa Tangkura dan desa Dewua, kecamatan Poso Pesisir Selatan sebagai tempat pelarian dua OTK terduga kuat pelaku penembakan terhadap polisi di Bank BCA Palu dan di desa Sedoa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso, membuat resah dan takut petani

Sejak Rabu (25/5), bertepatan dimana dua OTK melarikan diri di gunung desa Tangkura dan desa Dewua, petani disekitar pegunungan tersebut tidak lagi bisa menjalankan aktifitas“Takut ambil resiko pakJadi kami memilih untuk tidak pergi kekebun dulu,” sebut beberapa warga Tangkura yang bertani di sekitaran pegunungan desaPara petani di pegunungan desa Tangkura dan desa Dewua umumnya adalah petani kakaoSebagian lain bertani padi ladang dan palawija

“Hampir sebagian besar tanaman di pegunungan desa adalah tanaman kakaoDan sekarang sudah memasuki masa panen,” terang Camat Poso Pesisir Selatan, Drs Wilson Gundo, yang ditemui Radar Sulteng di Tangkura, kemarin (27)Wilson mengaku bahwa sebagai camat dirinya memang memberikan imbauan agar para petani yang berkebun diseputaran pegunungan desa Tangkura dan desa Dewua untuk menghentikan sementara aktifitasnyaItu dilakukan demi keselamatan warga petani itu sendiriMengingat lokasi pegunungan tersebut dijadikan sebagai tempat pelarian dua OTK terduga penembak polisi.

Meski aktifitas pertanian di pegunungan yang menjadi lokasi penyisiran polisi terhadap dua OTK terduga pelaku penembakan terhadap polisi berhenti, namun aktifitas warga desa Tangkura dan desa Dewua serta warga desa lain di Kecamatan Poso Pesisir Selatan berjalan normal“Secara keseluruhan, wilayah Kecamatan Poso Pesisir Selatan aman dan terkendaliAktifitas warga semua berjalan seperti biasa,” tegas Wilson .

Peran serta masyarakat dalam perburuan terhadap dua OTK terduga penembak terhadap polisi juga sangat besarSetiap malam, lanjut camat Wilson , masyarakat Tangkura bergabung bersama aparat polisi berjaga malam di desa

Sementara itu, identitas salah seorang dari dua orang tersangka penembakan yang menewaskan dua anggota polisi di Bank BCA Palu, dan kini sudah diamankan di Mapolda Sulteng adalah warga Kelurahan Mapane, Kecamatan Poso PesisirDia adalah RSD (23) alias Fu, warga kelurahan Mapane kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso

Jum’at (27/5) kemarin, rumah orang tua RSD dikunjungi Wakapolda Sulteng Kombespol Aridono SukmantoDengan pengawalan ketat tim Densus Polda Sulteng, rombongan Wakapolda dan Kapolres Poso AKBP Pulung Rohmadianto langsung menemuai orangtua RSD alias Fu yang ditangkap di perbatasan Sigi dan Napu sekitar pukul 17.00 witaKedua perwira menegah Polri itu baru meninggalkan rumah orangtua Rafli menjelang magrib atau sekitar jam 17.55 wita.

Kepada wartawan yang mencegatnya, Kapolres Poso Pulung Rohmadianto mengatakan, bahwa kedatangan Wakapolda bersama dirinya ke rumah orang tua tersangka RSD untuk bersilaturahmi“Silaturahmi dengan keluargaBiar akrab itu saja,” singkatnyaPulung enggan membeber soal apa yang dibicarakan pihaknya dengan orang tua dan keluarga tersangkaIa hanya memastikan, bahwa pembicaraan yang dilakukan terkait dengan aksi penembakan RSD terhadap polisi.

Siapa sebenarnya Rafli"  Kedua orangtua RSD yakni, Aksa (45) dan Karlin (44) kepada wartawan menceritakan, bahwa Rafli adalah anak pertama dari tiga bersaudaraKehidupan keseharian Rafli berjalan normal seperti kebanyakan orang lainTidak ada hal aneh atau istimewaBiasa-biasa sajaRafli dikenal kedua orangtuanya sebagai anak yang baik, ramah serta penurut“Dia tidak pernah bertindak atau berbuat yang macam-macamPokoknya Rafli tidak pernah membuat keributan, baik di rumah maupun di desanya,” terang Aksa dan Karlin, ayah dan ibu kandung Rafli

Karena keseharian anaknya berperilaku baik, maka kedua orangtuanya sangat shock begitu mendengar dan tau kalau anaknya adalah pelaku penembakan yang telah menewaskan dua anggota polisi di Palu Sulteng“Kami kaget dan tidak percaya dengan apa yang dilakukannya itu,” sebut Karlin dan Aksa sambil terisak.

Masih kata kedua orangtuanya, pada bulan November 2010 lalu, Rafli menikahi seorang wanita asal dusun Tamanjeka Desa Tokorondo Kecmatan Poso PesisirSejak menikah itu, Rafli tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya di MapaneMelainkan tinggal menetap di rumah mertua di dusun Tamanjeka“Kami tidak tau kalau anak kami itu sudah berubah,” ucap Karlin sedihAksa dan Karlin mengaku terakhir ketemu Rafli, pada Sabtu (21/5), atau tiga hari sebelum tragedy BCA Palu terjadi Rabu (25/5). 

Sepengetahuan kedua orang tuanya, Rafli berprofesi sebagai petani di dusun tempat tinggalnyaPun demikian sepengetahuan para tetangganya dulu di Mapane“Kalau tidak salah Rafli pernah bilang kalau dia sedang menanam kedelai,” sebut Amran Penga, tetangga orang tua Rafli di kelurahan Mapane.  Amran yang tokoh masyarakat ini juga mengenal Rafli sebagai pemuda yang baik dan biasa-biasa saja meski kurang bergaulAmran juga mengenal Rafli sebagai pemuda yang taat beribadah(bud)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dituduh Menganiaya, Rp 4 Juta Amblas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler