Pemimpin Redaksi koran kartun Perancis ‘Charlie Hebdo’ pernah berkata: "Tugas kita bukanlah untuk membela kebebasan berbicara, tapi tanpa kebebasan berbicara kita mati. Saya lebih memilih mati daripada hidup seperti tikus."

Stephane Charbonnier dibunuh pada hari Rabu (7/1) di kantornya.

BACA JUGA: Hiu di Pantai New South Wales Ini Makan Bangkai Paus

Ia adalah salah satu dari 10 wartawan dan kartunis yang ditembak mati oleh orang-orang bersenjata yang memakai topeng, dalam sebuah penembakan di Paris.

BACA JUGA: Ilmuwan Australia, Kanada dan AS Riset Pemodelan Iklim di Laut Tasman

Penargetan wartawan asing oleh kelompok ISIS dan ekstrimis lainnya telah membuahkan pembunuhan mengerikan selama beberapa tahun terakhir.

Para aktivis kebebasan berbicara telah mengutuk serangan terbaru mereka dan menyebutnya sebagai upaya untuk mengintimidasi wartawan di Eropa dan seluruh dunia.

BACA JUGA: Warga Australia Selatan Diminta Membuat Sarung Tangan untuk Koala

"Saya pikir, serangan terhadap wartawan, sayangnya, telah meningkat. Penembakan di kantor ‘Charlie Hebdo’ adalah serangan paling mematikan sejak 2009 dan sejak pembunuhan wartawan di Filipina,” kemuka Courtney Radsch, Direktur Advokasi Komite untuk Perlindungan Wartawan di Washington.

Dr Courtney mengecam adanya anggapan bahwa ‘Charlie Hebdo’ sebagai media satir yang memprovokasi kontroversi - bahkan ketersinggungan - tak layak mendapat perlindungan yang sama yang diberikan kepada semua wartawan lainnya.

Ia mencontohkan karya satir yang sering membuat para pemimpin dunia tak nyaman, termasuk pemerintah di Timur Tengah.

"Kami telah melihat ini di Mesir di mana Bassem Youssef - John Stewart-nya Mesir - kini telah dipaksa untuk tak siaran, kami telah melihatnya dalam serangan terhadap kartunis berita di seluruh dunia. Faktanya, jurnalisme tampil dalam berbagai bentuk dan setiap orang memiliki hak untuk mengekspresikan diri,” jelas Dr Courtney.

‘Gambar yang menindas memberi mereka kekuatan yang terlalu besar’

Hampir 9 tahun yang lalu, media Amerika Serikat, Harper’s, menerbitkan kembali sebuah esai yang berisi beberapa kartun ofensif termasuk gambar Nabi Muhammad dari Denmark.

Presiden Harper’s, Rick Macarthur, yang menyetujui penerbitan esai itu, mengatakan, kartun anti-Semit juga berada di antara gambar karikatur yang ditampilkan kembali.

"Pada saat itu, ada kontes karikatur anti-semit di Iran dan Israel yang kami pelajari," katanya.

Ia lantas menerangkan, "Tapi apa yang ia katakan sangat jelas dan tegas, dan apa yang saya setuju hari ini adalah bahwa wacana terbuka menyajikan pemahaman dan gambar yang menindas memberi mereka kekuatan yang terlalu besar."

Pada tahun 2012, ‘Charlie Hebdo’ menerbitkan gambar Nabi Muhammad yang mendorong Gedung Putih untuk membela hak koran tersebut untuk mempublikasikannya.

"Kita tahu bahwa gambar-gambar ini akan sangat menyinggung banyak pihak dan memiliki potensi untuk menjadi hasutan, tapi kami telah menjelaskan berulang-ulang tentang pentingnya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi yang diabadikan dalam konstitusi kami," kata juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, pada saat itu

"Tak peduli seberapa ofensif hal seperti ini, kekerasan tak dibenarkan dengan cara apapun," tambahnya.

Menanggapi serangan terhadap wartawan ‘Charlie Hebdo’, Presiden AS Barack Obama menyampaikan penilaian langsungnya atas motivasi kelompok bersenjata itu.

"Faktanya, ini adalah serangan terhadap wartawan, serangan terhadap pers yang bebas," utaranya.

"Tapi satu hal yang sangat saya yakini, bahwa nilai-nilai yang kami pahami bersama dengan warga Perancis, sebuah keyakinan - keyakinan universal dalam kebebasan berekspresi, adalah sesuatu yang tidak bisa dibungkam karena tindak kekerasan tak masuk akal yang dilakukan segelintir orang "

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Penggemar Elvis Siap Berpesta Dalam Festival Elvis di Australia

Berita Terkait