jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim untuk menolak nota keberatan atau eksepsi yang dilayangkan terdakwa dalam perkara penyebaran berita bohong atau hoaks, Jumhur Hidayat.
Hal tersebut disampaikan kubu JPU dalam sidang lanjutan yang beragendakan jawaban atas nota keberatan/eksepsi di PN Jakarta Selatan, Kamis (4/1).
BACA JUGA: Jumhur Hidayat Sudah Mulai Diadili, tetapi Belum Terima Surat Dakwaan
Sebab, menurut kubu JPU dakwaan terhadap pentolan KAMI itu telah sah sesuai ketentuan hukum.
Menanggapi hal itu, Oky Wiratama selaku kuasa hukum Jumhur Hidayat mengatakan, JPU menganggap nota keberatan kliennya sebagai hal yang biasa.
BACA JUGA: Petinggi KAMI Jumhur Hidayat Dikembalikan ke Rutan Bareskrim Polri
Pasalnya, merujuk pada jawaban JPU soal perubahan dakwaan Jumhur yang diklaim telah disetujui oleh Ketua Majelis Hakim.
"Kemarin kami sampaikan bahwa dakwaan jaksa tidak sah karena telah ada perubahan, lalu jaksa menjawab bahwa itu hal biasa, bahkan sama seperti akta perjanjian," ungkap Oky usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.
BACA JUGA: Berkas Perkara Lengkap, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat Segera Diadili
Lebih lanjut, Oky mengungkapkan, dalam sidang pidana, seharusnya perubahan dakwaan haru melalui prosedur yang berlaku. Salah satunya harus melalui persetujuan Ketua Pengadilan.
"Itu di Pasal 144 ayat 1 KUHP ada prosedurnya, dakwaan kalau mau diubah harus dimohonkan dulu ke Ketua Pengadilan Negeri. Tidak bisa ujug-ujug megubah surat dakwaan," katanya.
Dalam sidang kali ini, Jumhur kembali tidak dihadirkan di ruang persidangan. Dia hanya hadir secara virtual melalui sambungan Zoom dari Rutan Bareskrim Polri.
Persidangan akan kembali dilanjutkan pada Kamis (11/4/2021) pekan depan dengan agenda putusan sela. Rencananya, sidang akan berlangsung pada pukul 09.00 WIB.
Dalam jawabannya, JPU mengurai satu persatu poin-poin eksepsi yang dibacakan oleh kuasa hukum Jumhur pada sidang pekan lalu.
Poin tersebut ialah surat dakwaan yang tidak sah, penangkapan serta penahanan terhadap Jumhur cacat secara formil, dan serta dakwaan JPU dinilai tidak cermat.
Mengenai surat dakwaan yang tidak sah, JPU mengklaim telah meminta pada Ketua Majelis Hakim untuk melakukan perubahan dakwaan yang kemudian disetujui oleh Ketua Majelis Hakim.
Bahkan, persetujuan itu sudah terjadi sebelum dakwaan terhadap Jumhur dibacakan dalam sidang perdana.
"Dengan demikian dalil Penasehat Hukum terdakwa terkait dengan surat dakwaan tidak sah karena JPU mengubah surat dakwaan tanpa permohonan ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat diterima dan harus dikesampingkan," kata JPU.
Mengenai dalil penangkapan serta penahanan terhadap Jumhur cacat secara formil, JPU mengklaim jika penyidikan telah dilakukan sesuai ketentuan hukum.
Tentunnya, lanjut JPU, upaya pemeriksaan hingga penahanan terhadap Jumhur sudah merujuk pada KUHAP.
"Dan selama penyidik melakukan kewenangannya tersebut tidak keberatan baik dari terdakwa maupun Penasehat Hukumnya," kata JPU.
Oleh karena itu, JPU juga meminta agar majelis hakim tidak menerima keberatan kubu Jumhur mengenai hal itu. Pasalnya, keberatan kuasa hukum tidak mempunyai alasan yang masuk akal.
"Dan kami mohon Majelis Hakim untuk tidak menerima dan mengesampingkannya," papar JPU.
Tak hanya itu, JPU juga mengklaim jika surat dakwaan terhadap Jumhur sudah cermat. JPU mengatakan, dakwaan telah disusun dengan memperhatikan unsur pasal yang didakwakan.
"Dakwaan tersebut kami susun secara teliti, penerapan hukumnya sudah tepat karena unsur dan pasal yang didakwaan telah sesuai dengan uraian perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan," kata JPU.
Selain itu, JPU mengklaim bahwa surat dakwaan telah disusun berdasarkan hasil penyidikan yang sah.
Sebab, dakwaan disusun secara jelas dengan menyebutkan fakta dari rangkaian peristiwa serta peran Jumhur dalam melakukan tindak pidana.
"Dengan demikian, keberatan penasihat hukum terdakwa, tidak beralasan dan karenanya kami mohon majelis hakim untuk mengesampingkan dan menolak keberatan penasehat hukum terdakwa," pungkasnya. (cr3/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama