jpnn.com, JAKARTA - Pengacara aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Manusia (KAMI) Jumhur Hidayat mendesak majelis hakim PN Jakarta Selatan menghadirkan kliennya secara langsung di persidangan kasus penyebaran hoaks berikutnya.
Bila tidak, tim pengacara bakal mengambil langkah tegas di persidangan.
BACA JUGA: Apa Iya Twit Jumhur Bisa Picu Demo Rusuh Tolak Omnibus Law?
"Lihat saja strategi kami. Kami tak akan kasih sekarang. Semoga majelis hakim berbaik hati menyidangkan secara langsung, kalau tidak bisa, kami akan mengambil sikap atau tindakan tegas jika pascaputusan sela tidak dikabulkan," ungkap pengacara Jumhur dari LBH Jakarta, Oky Wiratama kepada wartawan, Kamis (4/2).
Lebih lanjut, Oky mengungkapkan, pihaknya meminta majelis hakim menggelar persidangan secara ofline atau menghadirkan kliennya secara langsung di persidangan, bukan melalui daring atau virtual.
BACA JUGA: Jumhur Hidayat Sudah Mulai Diadili, tetapi Belum Terima Surat Dakwaan
Sebab, Jumhur selaku terdakwa pun kesulitan untuk mengetahui siapa saja yang tengah berbicara saat di persidangan.
"Itu juga menyulitkan kami selaku kuasa hukum dalam pembelaan karena kami tidak bisa maksimal kalau terdakwa tidak bisa dihadirkan langsung ke persidangan," katanya.
BACA JUGA: Petinggi KAMI Jumhur Hidayat Dikembalikan ke Rutan Bareskrim Polri
Sejauh ini, kata dia, hakim belum memutuskan apakah bakal menghadirkan kliennya itu ataukah tidak. Adapun putusan hal itu bakal dibacakan hakim saat agenda putusan sela pekan depan.
Selain itu, perihal penangguhan penahanan kliennya pun belum ada kepastiannya, tetapi mungkin bakal diputuskan di sidang berikutnya pula pada Kamis, 11 Februari 2021 mendatang.
"Minggu lalu kami baru dikasih kesempatan untuk berkunjung (bertemu Jumhur) setelah difasilitasi Jaksa dan baru sekali ini. Sebelumnya kami sangat kesulitan untuk bertemu karena selalu di halang-halangi petugas Bareskrim Polri," katanya.
Sedangkan terkait tanggapan Jaksa atas eksepsi Jumhur, lanjut dia, pihaknya tetap berpendirian dakwaan Jaksa itu tidak sah karena Jaksa melakukan pengubahan saat sidang dimulai.
Padahal, dalam sidang pidana, seharusnya pengubahan dakwaan itu haruslah melalui prosedur yang berlaku, salah satunya harus melalui persetujuan Ketua Pengadilan.
"Kemarin kami sampaikan dakwaan jaksa tidak sah karena telah ada perubahan, lalu jaksa menjawab itu hal biasa, bahkan sama seperti akta perjanjian. Padahal itu harusnya sesuai Pasal 144 ayat 1 KUHP ada prosedurnya, dakwaan kalau mau diubah harus dimohonkan dahulu ke Ketua Pengadilan Negeri, tak bisa ujug-ujug mengubah surat dakwaan," pungkasnya. (cr3/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama