jpnn.com, JAKARTA - Pengacara terdakwa Heru Hidayat, Kresna Hutauruk mengatakan hukuman mati tak bisa diterapkan dalam perkara Asabri.
Karena menurutnya jaksa tak memasukan pasal terkait dengan hukuman mati.
BACA JUGA: Kasus Asabri, ART: Masa Depan Anggota TNI-Polri Terancam
"Untuk perkara Asabri Bapak Heru Hidayat, jelas hukuman mati tidak bisa diterapkan. Dalam Undang-undang Tipikor hukuman mati diatur dalam pasal 2 ayat (2), di mana dalam dakwaan terhadap Bapak Heru Hidayat, jaksa tidak memasukkan pasal tersebut di dalam dakwaan," kata Kresna kepada wartawan.
Sehingga, menurutnya bagaimana mungkin dapat menerapkan hukuman mati sedangkan dalam dakwaan jaksa tidak menyertakan pasal tersebut.
BACA JUGA: Aset yang Disita Kejagung Terkait Kasus Asabri Sudah Mencapai Rp 16,2 TÂ
Selain itu, Kresna mengatakan bahwa penerapan hukuman mati dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor terdapat beberapa ketentuan.
"Apabila melihat pada Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dan penjelasannya, keadaan tertentu yang dimaksud dalam menerapkan hukuman mati adalah ketika tindak pidana dilakukan saat negara dalam bencana, krisis moneter, dan pengulangan. Sedangkan perkara Asabri ini tidak masuk dalam kualifikasi tersebut," katanya.
BACA JUGA: Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati
Diketahui, dalam kasus tersebut terdapat 8 terdakwa yaitu Mantan Dirut Asabri, Mayjen Purn Adam Rahmat Damiri, Letjen Purn Sonny Widjaja sebagai Direktur Utama PT Asabri periode 2016-2020, Bachtiar Effendi sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asabri periode 2012-2015.
Kemudian ada Hari Setianto sebagai Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2013-2019, Lukman Purnomosidi sebagai Presiden Direktur PT Prima Jaringan, Heru Hidayat sebagai Presiden PT Trada Alam Minera, dan Jimmy Sutopo sebagai Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations.
Satu terdakwa lainnya adalah Benny Tjokrosaputro sebagai Komisaris PT Hanson International Tbk.
Namun, perkara Benny belum sampai pada pembacaan tuntutan dan masih pada tahap pemeriksaan saksi, sehingga belum sampai pada proses pembacaan tuntutan. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil