jpnn.com - SURABAYA - Sepak terjang Freddy Budiman dalam jaringan peredaran narkoba di tanah air sebenarnya berawal dari kejahatan kecil-kecilan.
Siapa yang menyangka jika sebelum menjadi bos narkoba, pria ramah yang mampu mengendalikan bisnis narkoba dari balik Lapas Cipinang itu dulunya adalah seorang copet di Surabaya.
BACA JUGA: Mensos Dukung Eksekusi Mati untuk Gembong Narkoba
Tepatnya jadi bos copet karena dia mampu mengkoordinir para pencopet yang beraksi di bus kota di Surabaya.
Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Ahmadi alias Madi yang merupakan mantan anak buahnya saat masih menjadi copet di Surabaya pada tahun 1990-an.
BACA JUGA: Sehari, Mensos Bisa Minum Lima Cangkir Kopi Pahit
“Saya mengenal Freddy alias Budi sebagai bos saya, karena sebelumnya sama-sama berprofesi tukang copet di Surabaya,” kata Ahmadi seperti dikutip dari berkas kasasi kasus impor 1,4 juta ekstasi dengan terdakwa Sersan Mayor Supriadi, Kamis (19/9/2013) silam.
Setelah pengalaman di dunia percopetan dianggap cukup, menurut Ahmadi, Freddy kemudian memutuskan hijrah ke Jakarta untuk menggeluti bisnis baru yang lebih menjanjikan keuntungan besar dan cepat yakni narkoba.
BACA JUGA: Kenang Masa Kecilmu dengan Sejuta Xpresi
“Saya bertemu dengan dia lagi di awal 2011 di LP Cipinang. Saat itu saya membesuk teman di LP dan saya bertemu dengan Freddy di sana (LP Cipinang, Red),” kata Ahmadi.
Saat itu, Freddy memang sedang menjalani hukuman sembilan tahun karena tertangkap memiliki 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ineks.
Namun dari pertemuan itulah, mantan bos dan anak buah ini kembali bekerja sama di dunia hitam dengan bisnis barunya yakni narkoba.
Saat itu, Ahmadi diminta Freddy dari dalam penjara untuk mengedarkan narkoba. Freddy meminta Ahmadi mengantarkan uang Rp 60 juta untuk mengurus dokumen impor akuarium (fish tank) sebagai kamuflase, karena di dalam akuarium itu berisi 1,4 juta butir pil ekstasi yang diimpor dari Tiongkok.
Ahmadi kemudian bertemu Abdul Syukur untuk menyerahkan dokumen dan uang Rp 60 juta. Namun, ternyata uang yang diberikan Freddy kurang. Ahmadi kembali mengantarkan Rp 30 juta kepada Abdul Syukur. Namun sial, operasi ini berhasil diendus Badan Narkotika Nasional (BNN). Truk kontainer berisi 1,4 juta ekstasi pesanan Freddy berhasil disita BNN.
Freddy pun kembali berurusan dengan hukum. Padahal, Freddy saat itu masih ditahan di LP Cipinang lantaran terlibat kasus narkoba.
Masih di tahun yang sama, BNN juga berhasil membongkar pabrik pil ekstasi dan sabu di dalam penjara LP Cipinang yang dimotori Freddy Budiman. Berbagai perkakas dan bahan baku sabu dia dapatkan dari luar dengan menyuap para sipir penjara.
Freddy pun dipindah ke Lapas Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun dia kembali berulah. Freddy ketahuan membawa tiga paket narkoba jenis sabu di celana dalamnya saat dipindahkan ke LP Nusakambangan.
Dipindahkan dari LP Cipinang ke Nusakambangan, Freddy Budiman malah semakin berani beraksi. Bermodal BlackBerry, Freddy mengoperasikan jaringannya dengan aset mencapai miliaran rupiah.
Dalam peredaran narkoba di Tanah Air, Freddy selalu dikait-kaitkan dengan jaringan ekstasi internasional Belanda-Jakarta. Vonis mati akhirnya dijatuhkan pada 15 Juli 2013 di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Namun, bukan vonis itu yang membuat anak kedua dari empat bersaudara pasangan Nanang Hidayat-Nursiyah itu menjadi sorotan media. Selama berada di balik jeruji besi, Freddy diketahui dikelilingi model-model cantik yang bersedia menemaninya.
Salah satunya, ketika Freddy diketahui berpacaran dengan model majalah dewasa, Anggita Sari. Bahkan seorang model bernama Vanny Rossyane sempat membuat pengakuan mengejutkan jika dirinya sering menikmati sabu dan bercinta dengan terpidana mati itu di bilik lapas.
Mencuatnya kasus dugaan adanya bilik asmara di Lapas Cipinang ini ditanggapi serius oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) saat itu, Amir Syamsudin.
Amir pun langsung melakukan penyelidikan dan menemukan fakta mengejutkan bahwa Freddy bahkan membayar Kalapas Narkoba Cipinang, Thurman Hutapea, agar bisa menikmati sabu dan bercinta dengan para model di ruang kerja kalapas. Tak ayal, Kalapas Thurman Hutapea pun langsung dicopot dari jabatannya karena kasus tersebut.
Menjelang menghadapi ekesekusi mati, Freddy sempat mengaku ingin bertobat dan berhenti menjadi pengedar demi istri dan empat anaknya. Bagi arek Krembangan ini, tak ada kata terlambat untuk bertaubat. Bahkan lewat kuasa hukumnya, ia menyebut ingin bertaubat nasuha alias tobat dengan sebenar-benarnya.
Jumat (29/7) dinihari, Freddy ditembak mati. Dalam pesan terakhirnya seperti yang disampaikan kepada Untung Sunaryo, kuasa hukumnya, Freddy ingin jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya di Surabaya.
Tampaknya, gembong narkoba ini ingin mengakhiri kisahnya di tempat dimana dia memulai semuanya yakni di Surabaya. (jay/berbagai sumber)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yuddy dan Jonan Memang Pantas Diganti
Redaktur : Tim Redaksi