Dengan adanya Muslim Australia yang menjadi anggota kelompok ISIS dan ikut berperang di Irak dan Suriah, serta pasukan Australia yang terlibat dalam pertempuran melawan kelompok ini, banyak warga Muslim Australia mengalami kekerasan dan bahkan serangan – khususnya para perempuan berjilbab dan bercadar.
Jadi, bagaimana rasanya hidup di balik cadar?
BACA JUGA: Montir Independen di Australia Kian Sulit Perbaiki Mobil Modern
Sementara burka jarang dikenakan di Australia, banyak perempuan Muslim di negara ini memilih untuk mengenakan cadar atau disebut dengan ‘niqab’, yang menutupi seluruh bagian wajah kecuali muka.
BACA JUGA: Inilah Beefalo, Hasil Kawin Silang antara Sapi Australia dengan Kerbau Amerika
Anisa Khan adalah salah satu dari mereka.
Lahir dan besar di Sydney, Anisa adalah generasi kelima di keluarganya yang berasal dari Pakistan.
BACA JUGA: Jepang Tidak Siap Hadapi Invasi Laba-laba Beracun Asal Australia
“Saya adalah ibu rumah tangga – sibuk melakukan pekerjaan saya, membesarkan 3 anak, merawat rumah dan melaksanakan tugas sehari-hari,” tuturnya.
Ia juga seorang Muslim yang taat.
“Agama buat saya adalah bagian yang menyatu dalam hidup saya dan dimulai dari pagi sebelum matahari terbit hingga larut malam,” ungkapnya.
Anisa mulai mengenakan cadar sepekan setelah insiden 11 September 2001 terjadi, setelah teman-temannya mengalami fitnah karena ‘menampakkan diri sebagai Muslim’.
Kejadian itu menginspirasinya untuk mempelajari Islam lebih dalam, yang membuatnya jatuh cinta kepada Nabi Muhammad dan memiliki keterikatan spiritual.
Anisa mengaku keputusannya untuk mengenakan cadar adalah atas kemauannya sendiri.
Ia berpikir malah suaminya sempat sedikit terkejut ketika ibu 3 anak ini memberitahunya tentang keputusan ini – walau pada akhirnya tetap mendukung.
Anisa menuturkan, ‘penganiayaan adalah suatu kondisi ketika anda tak punya pilihan dalam hal ini’.
“Kita punya pilihan dalam hal apapun yang kita lakukan, kita mengharapakan adanya kebebasan untuk menyertainya, dan dengan mengambilnya begitu saja, di mana kemudian kebebasan?,” ujarnya.
Walau Anisa mengaku ia tak pernah mengalami masalah karena mengenakan cadar, ia yakin, menjadi percaya diri dan berinteraksi dengan orang lain membantu mengatasi hambatan yang muncul.
Namun ibunya, Aisha Khan, sempat khawatir ketika Anisa memutuskan untuk mengenakan cadar, dan ada masa-masa sulit kala itu.
“Ada masanya ketika ia pergi ke supermarket dan anak-anak kecil ketakutan melihatnya dan berkata ‘oh ibu, lihat ada ninja’,” kenang Aisha.
Ia menerangkan lebih lanjut, “Lalu Anisa berkata kepada anak itu, ‘sayang, aku bukan ninja, ini hanya penutup wajah, ini namanya niqab, aku juga seperti ibumu’. Dan anak-anak itu lantas membalas, ‘ibuku adalah perempuan yang baik’. Saya rasa itu hanyalah masalah ketakutan, mereka tak tahu apa yang terjadi.”
Anisa sendiri mengaku, kurangnya pengetahuan dan pemahaman membuat cadar terlihat intimidatif bagi sebagian orang.
Ia berharap untuk bisa membuka pikiran masyarakat dan menunjukkan kepada mereka ‘ identitas sejati’ dari perempuan Muslim.
“Saya cinta menjadi warga Australia,” sebutnya.
“Saya harap orang-orang membuka pikiran dan pandangan mereka tentang Muslim dan mendekati perempuan Muslim dengan cara yang baik dan bertanya soal kehidupan, keyakinan serta pekerjaan mereka karena orang-orang itu pasti akan takjub dan terkejut,” sambungnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... 63 Persen Penduduk ACT Obesitas