jpnn.com, ANKARA - Sedat Peker, mafia Turki yang dijuluki The Godfather, membuat klaim mengejutkan lewat video serta cuitan akun Twitter bahwa rezim Presiden Recep Tayyip Erdogan bersekongkol dengan dunia kriminal.
“Jangan ragu, saya akan mengajari sang tiran bahwa tidak ada senjata yang lebih berbahaya daripada orang yang berani mati,” cuit Peker di laman Twitter pribadinya.
BACA JUGA: Rakyat Palestina Kembali Dizalimi, Erdogan Langsung Telepon Presiden Negara Ini
"Deep Statist, Pelikanist, kalian akan dikalahkan oleh kamera di tripod," tambahnya.
Ini adalah video ketiga yang dibuat Peker. Video pertamanya ditujukan kepada kelompok Pelikan, sebuah klik yang berpusat di sekitar Berat Albayrak, menantu Erdogan dan mantan menteri keuangan; serta Mehmet Agar, mantan menteri dalam negeri yang dipermalukan.
BACA JUGA: Lupakan Nasib Ikhwanul Muslimin, Erdogan Kirim Delegasi Persahabatan ke Mesir
Namun, belakangan video-videonya menarget Suleyman Soylu, menteri dalam negeri yang juga orang dekat Erdogan.
Pada April lalu, Kementerian Dalam Negeri telah menolak klaimnya dan mengatakan akan melanjutkan perjuangannya melawan kejahatan terorganisir.
BACA JUGA: Belum Berbuat Apa-Apa untuk Palestina, Wakil Erdogan Malah Kritik Sesama Negara Muslim
Soylu sendiri sudah membuat laporan pidana terhadap Peker atas tuduhan tersebut pada Senin pekan lalu.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kali ini benar-benar terjepit di antara skandal hubungan bilateral dengan Israel, lonjakan kasus virus corona, skandal korupsi yang merajalela, serta tuduhan persekutuan terlarang antara pemerintahannya dengan jaringan mafia kriminal.
Peker, yang dinyatakan bersalah atas kegiatan kriminal terorganisir pada 2007, telah menuduh orang dekat Erdogan melakukan pemerkosaan, terlibat dalam perdagangan narkoba, pembunuhan, serta tindakan terlarang lainnya.
Ia juga mengaku dilindungi dari penganiayaan oleh pemerintah Turki selama beberapa tahun terakhir. Dia bahkan mengklaim dapat pengawalan polisi yang menjamin keselamatannya.
Sang Godfather, mengklaim mendengar langsung dari Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu, bahwa kasusnya tengah "diurus" oleh pihak berwenang.
Dia pun dijanjikan mendapat kesempatan melarikan diri dari Turki dan terhindar dari penuntutan.
Pernyataan tersebut menjadi tuduhan yang telah membuat sang menteri di bawah tekanan berat. Apalagi, pemerintah sejauh ini menolak untuk menyelidiki klaim Peker.
Fikri Saglar, politikus senior CHP, partai oposisi utama Turki, menuturkan bahwa perselingkuhan Peker dengan pemerintah adalah bagian dari masalah yang jauh lebih besar.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Turki Cumhuriyet, mantan anggota parlemen itu mengaitkannya dengan skandal serupa yang mencoreng citra rezim sebelum Erdogan. "Kita bisa menyebutnya sebagai insiden Susurluk kedua," ujar dia.
Saglar adalah anggota komite parlemen yang menyelidiki skandal di penghujung milenium tersebut. "Mungkin lebih serius," tambahnya.
“Susurluk itu seperti fondasi untuk membongkar relasi politikus-mafia-negara, kini jejak-jejaknya kembali muncul,” tutur dia lagi.
Partai Keadilan dan Pembangunan alias AKP, partai yang dipimpin Erdogan, mencuat sebagai kekuatan politik di Turki karena dipandang sebagai antitesis dari pemerintahan sebelumnya yang dipermalukan berbagai skandal, termasuk hubungan dekat dengan kelompok mafia.
Pada 1996, sebuah skandal dahsyat mengguncang Turki setelah seorang pejabat senior kepolisian, seorang pembunuh untuk kelompok sayap kanan dan seorang pengedar narkoba tewas dalam kecelakaan mobil di Sursuluk.
Insiden itu jadi awal tersingkapnya tabir hubungan erat antara pemerintah, nasionalis sayap kanan dan kejahatan terorganisir.
“AKP menjadi terkenal dengan memposisikan dirinya sebagai antitesis dunia itu,” kata Asli Aydintasbas, analis politik di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.
Erdogan membuat nama untuk dirinya dengan membersihkan deep state dan kejahatan terorganisir.
Namun, setelah percobaan kudeta tahun 2016 terhadapnya, Erdogan meminta dukungan kepada gerakan nasionalis, yang datang dengan jaringan lama penjahat profesional dan nasionalis sayap kanan.
"Sepertinya dalam periode pasca kudeta mereka telah kembali," kata Aydintasbas. (mcr13/jpnn)
Redaktur & Reporter : Gigih Sergius Agasta