Pengakuan Marzuki Alie Mentahkan Anggapan Megawati Menzalimi SBY

Kamis, 18 Februari 2021 – 21:07 WIB
Marzuki Alie. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengakuan mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie mendapat respons dari Direktur Eksekutif Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW) Nova Andika.

Marzuki pernah menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menyatakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dua kali kecolongan saat pemilihan presiden.

BACA JUGA: Karier Kapolsek Cantik Kompol Yuni sebelum Ditangkap Gara-gara Pesta Narkoba

Pernyataan Marzuki tersebut terucap saat berbincang dengan eks politikus Partai NasDem Akbar Faisal, dalam kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored.

"Dari pengakuan Marzuki Alie rakyat juga bisa menilai, apa yang dahulu dituduhkan bahwa SBY dizalimi Ibu Megawati, ternyata kebenaran sejarah menunjukkan itu tidak benar. Namun sebaliknya dibangun demi politik pencitraan," ujar Nova Andika dalam keterangannya, Kamis (18/2).

BACA JUGA: Blak-blakan, Marzuki Alie Ungkap SBY Pernah Sebut Megawati Kecolongan 2 Kali

Ia kemudian menyebut, praktik menempatkan diri sebagai korban dikenal dengan istilah viktimisasi.

Artinya, memanipulasi sebuah keadaan dengan tujuan memperoleh simpati masyarakat menjelang pemilihan.

BACA JUGA: AHY Terdongkrak Faktor SBY, Moeldoko Belum Pernah Teruji

Andika sependapat dengan pandangan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang sebelumnya menyebut, pengakuan Marzuki Alie menjadi bukti SBY sejak awal memiliki desain pencitraan tersendiri, seakan-akan sebagai sosok yang dizalimi.

“Saya setuju dengan tanggapan Pak Hasto terkait permasalahan ini, bahwa dari pengakuan Marzuki Alie terlihat hukum moralitas sederhana dalam politik tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY," katanya.

"Terbukti, sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut."

Lebih lanjut Ketua Bidang Hukum & Kebijakan Publik Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia menyatakan, pola viktimisasi dan pencitraan tidak lagi efektif menarik simpati masyarakat.

Ia pun menyayangkan jika pola yang sama kembali dimainkan, seperti yang terkesan baru-baru ini mengemuka lewat isu rencana kudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi ketua umum DPP Partai Demokrat.

"Teori politik viktimisasi dan pencitraan yang tidak esensi adalah potret rapuhnya demokrasi, publik makin cerdas dan menjadi lebih kritis dalam menilai praktik kegiatan berpolitik di Indonesia," pungkas Nova Andika.(gir/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Megawati: Pada Hari yang Berbahagia Ini, Nahdlatul Ulama Genap Berusia 95 Tahun


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler