jpnn.com, JAKARTA - Pengusaha sektor energi Johannes B Kotjo yang menjadi terdakwa perkara suap mengungkapkan, Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menolak menggunakan sistem tender dalam proyek PLTU Riau-1. Johannes mengungkapkan hal itu saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/11).
“Saya maunya tender saja deh biar simpel,” ujar Johannes di kursi terdakwa.
BACA JUGA: Idrus Perintahkan Eni Minta SGD 400 Ribu ke Johannes Kotjo
Namun, Sofyan tak mau sistem tender. “Jangan (tender), yang 51 persen saja,” kata Johannes menirukan permintaan Sofyan.
Johannes menambahkan, Sofyan menginginkan proyek PLTU Riau-1 dikerjakan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Perpres itu mengamanatkan pembangunan pembangkit dimungkinkan melibatkan swasta asal komposisi saham perusahaan negara dalam hal ini PLN atau anak perusahaannya 51 persen.
BACA JUGA: Ada Inisial JK & SN di Daftar Penerima Fee Proyek PLTU Riau
Menanggapi permintaan itu, Johannes lantas menghubungi mitra kerjanya, Direktur PT Samantaka Rudi Harlambang. Johannes meminta Rudi menyiapkan dokumen kesepakatan perjanjian.
Johannes menjelaskan, PLN melibatkan anak perusahaannya, PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) untuk ikut menggarap proyek PLTU Riau-1. Hanya saja, belakangan Johannes diberi tahu bahwa PT PJBI tidak memiliki porsi saham sebagaimana ketentuan Perpres Nomor 4 Tahun 2016.
BACA JUGA: Wulan Guritno Panik ada Kebakaran di Dekat Rumahnya
Menurut Johannes, melalui lobi-lobi maka kekurangan 41 persen saham PJBI ditutup oleh Blackgold Natural Resources (BNR). Namun, Johannes mengaku keberatan dengan hitung-hitungan itu karena BNR miliknya harus menanggung kewajiban PT PJBI.
Saat menyatakan keberatan, Johannes mengaku diancam oleh Sofyan Basir. “PLN ancam kalau enggak mau ya sudah cari yang lain saja,” ujarnya.
Akhirnya Johannes dan PLN menyetujui hitung-hitungan itu. Hanya saja, proyek PLTU Riau-1 tidak berjalan karena belum ada negosiasi tentang operator yang melakukan pemeliharaan.
Pada negosiasi terakhir, kata Johannes, PLN meminta penguasaan atas pemeliharaan setelah masa 15 tahun. Sedangkan investor meminta mengelola pemeliharaan selama 20 tahun.
"Tapi belum diputus, karena keburu OTT (operasi tangkap tangan, red),” ucapnya.
Johannes mengaku menyesal dengan sistem itu. Padahal, dia ingin membangun listrik di Riau dengan harga murah.
Namun, Johannes justru mengeluarkan uang lebih banyak karena perusahaannya menanggung kewajiban PT PJBI. "Kalau tahu seperti ini ya saya tender saja tadinya. Kalau tender saya punya harga yang murah dan saya enggak usah kenal mereka. Kalau seperti ini pengeluaran membengkak," pungkasnya.(rdw/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 20 Bank Asing Suntik PLN Kredit Sindikasi Rp 39 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi