Bagus Nugroho, doktor lulusan Fakultas Teknik University of Melbourne menceritakan pengalamannya sebagai salah satu juri dalam lomba sains yang diikuti siswa Australia dan mancanegara. Selama empat tahun menjadi juri, ia menilai berpikir kreatif dan bekerja sama merupakan kunci sukses.
Bagus Nugroho
Setiap tahunnya, School of Engineering atau Fakultas Teknik, di University of Melbourne mengadakan lomba bagi siswa sekolah menengah atas yang diberi nama The Amazing Spaghetti Machine Contest.
BACA JUGA: Kabinet Australia Terbelah dalam Isu Penikahan Sesama Jenis
Lomba ini tidak hanya diikuti oleh siswa Australia, tetapi juga para siswa internasional. Lewat lomba ini mereka bisa mengasah kemampuan matematika, sains, teknik dan permesinan, serta manajemen.
Pada awalnya, lomba ini digelar untuk merayakan ulang tahun School of Engineering yang ke-150 tahun, pada tahun 2011 lalu.
BACA JUGA: Indonesia Akhirnya Ekstradisi Penyelundup Manusia ke Australia
Beserta beberapa profesor, saya sudah empat tahun diberikan kepercayaan sebagai sebagai juri dalam lomba ini.
Meski namanya adalah 'spaghetti machine contest', tapi para peserta tidak diminta membuat mesin pembuat spaghetti.
BACA JUGA: Hanya Dibutuhkan 7 Menit untuk Susuri Australia dari Luar Angkasa
Istilah “Spaghetti Machine” berasal dari Italia, dimana suatu alat yang kompleks digunakan untuk melaksanakan tugas atau kegiatan yang sangat sederhana. Spaghetti Machine juga sering disebut “Rube Goldberg Machine”, mengambil istilah dari penemu dan kartunis terkenal Rube Goldberg.
Setiap tahun, lomba ini memiliki tema yang berbeda-beda. Untuk tahun ini tema yang diusung adalah menyiapkan sarapan secara otomatis.
Peraturan kompetisi ini cenderung ketat, setiap tim hanya memiliki ruang berukuran 1.3m x 1.3 m, dengan tinggi 1.5m (panjang, lebar, tinggi), dengan minimal memiliki 12 langkah transfer energi, dan waktu operasional maksimum 2 menit.
Untuk masalah teknis, mesin dilarang melibatkan barang berbahaya seperti api atau bahan peledak. Sebaliknya, mereka diwajibkan menggunakan bahan dari barang bekas atau recycle.
Transfer energy yang dapat dilakukan pun hanya dibatasi oleh imajinasi mereka, mulai dari cabang Ilmu Fisika, seperti momentum dan potensial dari domino, kelereng, pegas, sistem katrol, elektromagnetik, listrik.
Mereka juga dapat menggunakan beberapa ilmu kimia, seperti penggunaan soda dan sabun. Fakultas Teknik memberikan voucher senilai $70 atau sekitar Rp 700 ribu kepada setiap tim peserta lomba, untuk membeli peralatan seperti palu, obeng, selotip, lem, gunting.
Sebagai juri, saya merasa lomba ini memberikan manfaat positif bagi para pelajar, baik secara intelektual maupun emosinal.
Secara intelektual kegiatan ini menuntut para pelajar untuk menjadi kreatif dan berpikir outside of the box atau kreatif.
Untuk menyiapkan sarapan secara otomatis, mereka merakit beberapa komponen yang cukup kompleks. Ada yang menuangkan susu untuk sereal melalui jarum suntik yang ditekan oleh beban berat, atau menuangkan seral dari kotak di mangkuk dengan cara menarik kotaknya menggunakan katrol. Ada pula yang menggunakan robot untuk meletakkan mangkuk untuk sereal.
Bayangkan ada lebih dari 12 mekanisme lain sebelum sereal atau susu tersebut dituangkan.
Rata-rata para peserta tersebut mendesain 20 mekanisme lebih, bahkan ada yang 30 mekanisme lebih. Menurut saya, bahkan untuk mahasiswa fakultas teknik pun membuat mekanisme sepeperti ini akan menantang.Suasana lomba teknik yang digelar School of Engineering, University of Melbourne. Foto: Bagus Nugroho
Selain berpikir kreatif dan menggunakan kemampuan sains, mereka juga dituntut untuk dapat bekerja sama dan berkolaborasi. Sehingga terlihat jelas tim yang berkomunikasi dengan baik dan saling menolong dan mendukung anggota tim lain akan menghasilkan karya yang sangat baik.
Menurut saya, berpikir kreatif dan bekerja sama adalah dua hal yang menjadi bekal untuk menjadi seorang peneliti atau insinyur yang baik.
Sangat jelas terlihat bahwa tim yang berkomunikasi dengan baik dan saling menolong anggota tim yang lain dan suportif akan menghasilkan karya yang sangat baik.
Apabila terjadi kesalahan di antara peserta, saya tidak mendengar adanya saling cela antara anggota tim. Ketika saya tanyakan masalahnya dimana mereka cenderung berkata, “we forgot to put this” atau “we did not realize that”. Ya, kata yang mereka gunakan selalu 'we', atau 'kita' artinya para peserta cenderung tidak menyalahkan anggota tim-nya.
Sebagai juri, saya bertugas menilai sisi teknis dari desain mereka seperti penggunaan transfer energi serta kreatifitas dalam menggunakan berbagai metode baik dari ilmu fisika maupun kimia.Master Christi College sebagai salah satu pemenang juara lomba. Foto: School of Engineering University of Melbourne, Peter Casamento.
Dalam lembar penilaian, kami diminta menilai dalam lima kategori: “good”, “very good”, “outstanding”, “excellent”, dan yang terakhir “wow”. Saya merasa lembar peniliaian ini sangat memberikan dukungan bagi mereka, dan bukannya menggunakan kata-kata negarif seperti “not good”, “bad”, atau “poor”.
Selain itu para dewan juri diminta menuliskan komentar mereka di lembar penilaian, yang bisa digunakan sebagai bahan evaluasi. Yang sangat menarik adalah komentar yang kami diberikan haruslah yang memberikan masukan positif atau dukungan. Jika seandainya ada kekurangan, kami harus menulisnya dengan memberikan saran dan masukan.
Dukungan yang positif ini mendorong mereka untuk tetap mencintai kegiatan engineering atau teknik. Sehingga membuat mereka kemudian tidak menyukai ilmu isika, kimia atau matematika. Satu kesalahan kecil atau nilai yang buruk bukan berarti murid tersebut tidak berbakat menjadi Insinyur atau bidang lain.
Para juri, panitia, dan pengajar sangat mengerti bahwa kecintaan terhadap suatu ilmu harus tetap dijaga dan dibina.
Menurut saya, Indonesia memiliki potensi untuk menggelar lomba seperti ini, terutama bagi pelajar. Saya melihat ada beberapa lomba yang diadakan universitas di Indonesia seperti aeromodeling, roket air, dan robotik untuk pelajar.
Kegiatan seperti ini, terutama yang dikerjakan oleh tim perlu banyak diadakan oleh universitas-universitas atau instansi teknik dan sains lainnya. Tapi, saya merasa bahwa perlu juga adanya peningkatan dalam hal memberikan dukungan positif dan kegiatan yang mendorong kreatifitas, kolaborasi dan kerjasama di mata pelajaran sekolah sehari-hari. Alasannya? Karena ini akan membentuk karakter mereka di masa depan nanti.
Kegiatan seperti ini tidaklah harus selalu mahal, yang penting menarik dan dilakukan dalam satu tim. Mereka bisa membuat hal-hal yang kompleks tapi tetap sederhana, misalnya membuat larm banjir dari aki dan lampu bekas, turbin angin sederhana, menyelidiki perkembangan ayam atau ikan, menanam sayur dan buah di sekolah.
Dengan memupuk kemampuan berkreasi, dikerjakan dalam semangat kolaborasi dan kerjasama dan ditambah dukungan moral yang positif, maka akan membuat mereka mencintai bidang tersebut. Dan hasilnya, ujian atau tes yang kurang memuaskan tidak akan membuat mereka patah arang.
Secara pribadi saya sudah merasakan hal tersebut selama meneliti di University of Melbourne.
Masa-masa SMA adalah masa penting dalam pendidikan, karena para siswa akan menentukan jurusan apa yang diambil saat kuliah. Karenanya, masa depan karir dan hidup mereka untuk 35-40 tahun kedepan diputuskan oleh seorang pelajar ketika berusia 15-18 tahun.
Hal-hal kecil seperti dukungan moral yang positif, kolaborasi dan kerjasama dalam kegiatan pengajaran sehari-hari, bila dipupuk sejak SD, SMP, dan SMA akan mampu menghasilkan karya yang canggih dan kompleks. Banyak karir dimasa depan yang sangat menitik beratkan pada hal tersebut seperti menjadi Insinyur, ilmuwan, di bidang militer, desainer.
*Penulis adalah Doktor lulusan School of Engineering, University of Melbourne. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persepsi Warga tentang Adiksi Sabu di Australia Berlebihan