Kawasan Clayton, sekitar 25 km dari pusat kota Melbourne sering diplesetkan sebagai Klaten oleh mahasiswa Indonesia, termasuk mereka yang kuliah di Monash University yang memang terletak di sana. Inilah pengalaman Pasiningsih, mahasiswa S2 Monash University, ikut dalam Festival Jalanan Clayton.
Tinggal di negara lain bukan berarti tidak bisa memberikan sumbangan untuk negeri sendiri.
BACA JUGA: Krisis Uang Tunai, Gaji PNS dan Anggota Parlemen PNG Terlambat Dibayar
Ungkapan tersebut sepertinya cocok diberikan kepada para komunitas Indonesia yang tinggal di Clayton, negara bagian Victoria, Australia. Berbagai event lintas budaya yang memang kerap dilakukan oleh pemerintah Australia dimanfaatkan oleh mereka untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat lokal Australia.
Salah satunya adalah acara tahunan Clayton Street Festival yang diadakan pemerintah daerah City of Monash yang tahun ini jatuh pada tanggal 14 Februari 2016, bersamaan dengan peringatan Valentine Day.
Band Orkes Jawa Waton Muni (OJWM) beraksi di panggung. (Foto: Pasiningsih)
Bertempat di Clayton Road, tepatnya di dekat stasiun Clayton dan Clayton Shopping Center, festival dimulai dari jam 12 siang hingga jam 5 sore. Setelah itu, dilanjutkan dengan pasar malam hingga jam 9 malam.
BACA JUGA: Video: Aksi Kanibal Ular Bermata Kecil di Queensland Memakan Sesamanya
Di festival tersebut, komunitas Indonesia yang menamakan diri mereka, OJWM (Orkes Jawa Waton Muni), berhasil menghibur para pengunjung lewat lagu-lagu baik dalam Bahasa Inggris maupun lagu dari berbagai daerah di Indonesia.
“Kami memilih tampil di festival karena penontonnya lebih beragam, bukan hanya orang Indonesia saja. Sehingga nama Indonesia lebih terdengar.”
Begitulah jawaban Anita, salah satu anggota OJWM ketika ditanya alasannya berpartisipasi dalam festival. Jawaban tersebut diamini oleh Rima, yang juga anggota OJWM. Rima menambahkan bahwa melalui lagu-lagu dari berbagai daerah di Indonesia yang dimainkan oleh band yang anggotanya sebagian besar mahasiswa S2 dan S3 di Australia tersebut, dia berharap pengunjung menjadi lebih tahu keberagaman budaya Indonesia.
“Indonesia nggak cuma Bali,” kata ibu muda satu anak ini yang tinggal di Australia karena menemani suaminya melanjutkan S3 di Monash University.
Pasiningsih bersama Retno Jatu dan Desy Erydani, anggota grup tari Lenggok Geni
Alasan berbeda diungkapkan oleh Desy Erydani, anggota perkumpulan tari Lenggok Geni, yang juga turut berpartisipasi dalam parade di acara festival.
Sebagai seorang muslim yang terkadang masih mendapat stigma negatif di negara barat, dia berharap masyarakat Australia bisa melihat sisi lain dari seorang muslim Indonesia.
“Muslim Indonesia yang cinta damai juga banyak. Terlalu menggeneralisasikan jika beranggapan Muslim itu radikal atau muslim itu Arab,” imbuhnya.
Dan tampaknya, jerih payah mereka mempromosikan budaya Indonesia tidaklah sia-sia. Banyak para pengunjung baik dari warga lokal maupun warga negara lain mengabadikan moment di kamera maupun ponsel mereka ketika para ‘duta’ Indonesia ini menunjukkan aksi mereka di panggung maupun di parade.
Komunitas Indonesia berparade di Clayton Street Festival
“Acara seperti ini bisa menjadi salah satu cara untuk membangun hubungan baik antara Indonesia dan Australia yang dari segi geografis memang berdekatan,” kata Peter, seorang warga Australia yang datang ke festival bersama sang istri.
Bahkan Jerry, salah satu pengunjung dari China, mengaku tertarik dengan Indonesia setelah melihat festival.
“Sebelumnya saya belum pernah tahu tentang budaya Indonesia,” tambahnya sambil tersenyum.
Dari komunitas Indonesia di Clayton, Australia, tampaknya kita bisa belajar bahwa jika ada usaha keterbatasan bisa kita ubah menjadi sebuah peluang. Jarak bukan menjadi alasan untuk tidak peduli dengan negeri sendiri.
Belajar di Australia, bukan berarti tidak bisa berkontribusi untuk Indonesia. Sebaliknya, kita bisa gunakan momentum tersebut untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat mancanegara dan mengubah beberapa stigma negatif yang masih melekat di negara Indonesia.
* Pasiningsih sedang menempuh pendiidikan S2 di bidang Early Childhood Education di Monash University. Sebelumnya menjadi guru Taman Kanak-Kanak Fastrack Funschool, Yogyakarta.Pasiningsih sedang menempuh pendiidikan S2 di bidang Early Childhood Education di Monash University. Sebelumnya menjadi guru Taman Kanak-Kanak Fastrack Funschool, Yogyakarta. - See more at: http://australiaplus.com/indonesian/2016-01-12/belajar-dari-negara-barat-yang-%E2%80%98bebas%E2%80%99-bernama-australia/1534844#sthash.SEyzegqS.dpuf
BACA ARTIKEL LAINNYA... Video: Beginilah Kondisi Kota Christchurch 5 Tahun Pasca Gempa