Pengalihan Subsidi BBM ke Sektor Produktif Dinilai Jadi Pilihan Paling Rasional

Jumat, 02 September 2022 – 22:19 WIB
Petugas SPBU sedang mengisi BBM. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Executive Next Policy Fithra Faisal mengatakan sudah saatnya Indonesia mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya ke prioritas lain, yang lebih memenuhi kebutuhan penting masyarakat.

Menurutnya, sudah saatnya kita melihat ada prioritas lain. Hal itu disampaikan Fithra dalam diskusi publik 'Penyesuaian Harga BBM dan Pengalihan Subsidi ke Sasaran yang Lebih Tepat dan Langsung ke Penerima' yang digelar oleh HMI Badko Jabodetabek & Banten di Jakarta, Jumat (2/9).

BACA JUGA: DEM Indonesia: Alihkan Subsidi BBM untuk Energi Baru Terbarukan

"Kalau misalkan kita fokuskan ke subsidi energi, ini kita tidak tahu sampai kapan anggaran kita bisa tahan terhadap potensi kenaikan harga. Apalagi kan proyeksinya sampai akhir tahun bisa sampai 150 US dollar per barel karena memang ada potensi geopolitik yang belum reda. Yang kedua adalah adanya tren peningkatan demand jelang musim dingin karena biasanya permintaan energi naik," ungkap Fithra.

Tanpa langkah konkret mengurangi defisit anggaran sejak saat ini, lanjut Fithra, APBN tahun depan akan kembali defisit melebihi batas yang diperbolehkan.

BACA JUGA: Sandiaga Uno Fasilitasi Karya Anak Bangsa di Sidoarjo

"Daripada membengkak terus, konsekuensinya anggaran 2023, mungkin target defisit tidak tercapai lagi tuh, yang seharusnya di bawah tiga persen, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020," ujarnya.

Oleh karena itu, pilihan paling rasional bagi Indonesia saat ini adalah mengurangi besaran subsidi dengan menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax dan Solar; serta mengalihkan potensi anggaran untuk membantu kelompok masyarakat yang memang membutuhkan.

BACA JUGA: CEO PINTU Bicara Tentang Pertumbuhan Crypto di Indonesia di Ajang Coinfest Asia

"Selama ini yang menikmati subsidi energi 80 persen kan orang yang mampu. Hanya 20 persen saja yang digunakan oleh  orang yang benar-benar membutuhkan," tambahnya.

Dalam jangka pendek, Fithra mengungkapkan, pengalihan subsidi bisa diberikan berupa bantuan langsung kepada masyarakat dalam upaya melakukan stabiliasasi inflasi. Sementara, dalam jangka panjang, untuk membiayai  sektor-sektor yang lebih produktif.

"Tanpa penyesuaian harga BBM akan ada tambahan 200 sampai 300 triliun lagi akibat kita harus subsidi energi. Nah ini bisa dialihkan ke sektor-sektor lain juga yang lebih produktif. Investasi di ranah pendidikan, investasi untuk membangun infrastruktur jalan, terus jalur kereta api, kemudian bangun industri," papar dia.

Di sisi lain, data BPS menunjukkan angka deflasi pada Agustus 2022 menunjukkan tren positif. Hal tersebut yang dirasakan Fithra menjadi momentum penuh pemerintah dalam merestrukturisasi kebijakannya.

Fithra mengungkapkan kebijakan penyesuaian harga BBM mendapatkan momentum yang tepat di tengah kondisi ekonomi nasional yang sedang stabil.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler