Pengalihan Subsidi Listrik Harus Fokus buat Rakyat

Rabu, 10 September 2014 – 14:11 WIB

jpnn.com - JAKARTA—Pemerintah kembali mengurangi subsidi listrik untuk enam golongan dengan menyesuaikan tarif tenaga listrik (TTL) per 1 September. Pengurangan subsidi ini merupakan langkah tahap kedua setelah tahap pertama dilakukan pada 1 Juli lalu.

Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha menyatakan, kebijakan tersebut adalah upaya mengubah pola subsidi.

BACA JUGA: Elpiji 12 Kg Naik, Pertamina Tekan Kerugian Rp 452 Miliar

 “Kenaikan bertahap dua bulanan ini merupakan salah satu cara mengalihkan pola subsidi dari subsidi harga ke subsidi langsung kepada masyarakat,” ujar Satya Widya Yudha.

Diketahui, dengan persetujuan DPR pemerintah telah menetapkan kenaikan TTL untuk enam golongan secara bertahap setiap dua bulan hingga akhir 2014. Kebijakan untuk enam golongan ini merupakan bagian dari program pemerintah yang mulai mengurangi besaran subsidi listrik sejak 1 Mei untuk golongan I3 go public dan I4.

BACA JUGA: Anggota BPK Harus Mampu Merubah Paradigma Audit

Perubahan TTL untuk periode kedua ini berkisar antara 5,36% hingga 11,57%. Ada enam golongan yang dihapus subsidi listriknya, yakni kelompok industri I-3 non go public, rumah tangga R-2 (3.500 VA s.d 5.500 VA), pemerintah P-2 (diatas 200 kVA), rumah tangga R-1 (2.200 VA), penerangan jalan umum P-3 dan rumah tangga R-1 (1.300 VA).

Pengurangan subsidi untuk enam golongan ini mampu menghemat keuangan negara hingga Rp 8,51 triliun.

BACA JUGA: Modal Kurang Rp 1 T, Bank Harus Konsolidasi

Satya mengatakan, selain subsidi, ada cara lain untuk menekan pengeluaran negara yakni mengefisiensikan pembangkit listrik dengan mulai mengalihkan ke geothermal. Ini untuk menunjukkan bahwa menaikkan harga bukan semata-mata menjadi faktor utama program penghapusan subsidi.

“Kita tetap meminta agar bauran energinya itu tetap lebih efisien dan murah sehingga harus menggunakan geothermal,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai, kebijakan pengurangan subsidi listrik ini lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi BBM.

Selain lebih segmented, subsidi listrik ini lebih kepada orang bukan produknya. “Sayangnya pemerintah gagal melindungi konsumen bawah,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Rabu (10/9).

Tulus mencatat bahwa end user yang sebagian besar merupakan konsumen bawah serta UMKM dan UKM justru terdampak akibat pengurangan subsidi ini.

“Skema pemerintah itu lebih bersifat politis ketimbang skema berkeadilan sosial sehingga terlihat sangat tidak fair,” ujarnya. Karena itu, Tulus mendesak pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi pengurangan subsidi ini untuk kenaikan tahap ketiga yang akan diberlakukan pada 1 November nanti.

Ke depan, Tulus menginginkan agar skema pengurangan subsidi ini juga melibatkan kelompok 450 VA dan 900 VA. Alasannya, subsidi yang diterima oleh dua kelompok ini sangat besar mencapai Rp 25,83 triliun dan Rp 25,59 triliun.

Subsidi ini dinikmati oleh 21,79 juta pelanggan untuk 450 VA dan 19,56 juta pelanggan untuk 900 VA.

“Kenaikan dua kelompok ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan anggaran buat rokok, pulsa dan lainnya. Jadi, saya kira, dua kelompok ini juga harus dikurangi subsidinya,” ujarnya.

Bandingkan dengan kelompok 1.300 VA dengan 6,48 juta pelanggan terkena kenaikan yang palng besar. Secara keseluruhan, lanjutnya, “Kelompok rumah tangga ini memang terdampak cukup siginifikan. Kelompok ini mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap rata-rata 5,70 persen hingga 11,36 persen.” (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Elpiji 12 Kg Resmi Naik Mulai Hari ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler