jpnn.com - JAKARTA – Wacana untuk mengonsolidasikan bank-bank di tanah air semakin mengerucut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mendorong perbankan dengan modal inti kurang dari Rp 1 triliun untuk menempuh langkah penggabungan. Upaya ini sangat berguna untuk memperbesar permodalan bank agar mampu bersaing dengan bank asing pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2020.
’’Bank yang modalnya belum ada Rp 1 triliun mending merger (penggabungan) lah. Ini dilakukan untuk menghadapi persaingan MEA,’’ ungkap Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Gandjar Mustika di sela acara IDC Financial Insights Financial Services Summit 2014 Selasa (9/9).
BACA JUGA: Harga Elpiji 12 Kg Resmi Naik Mulai Hari ini
OJK pernah menawarkan skema konsolidasi perbankan noninstitusional atau kelembagaan, yakni konsolidasi strategis. Konsolidasi ini dianggap dapat dilaksanakan dengan cepat tanpa harus mengambil alih kepemilikan bank satu sama lain. Selain itu, bank-bank dimungkinkan menggarap pasar secara efektif dan efisien sehingga tidak ada tumpang tindih bisnis antarbank. Beberapa hal yang bisa dilakukan bersama, antara lain, belanja IT hingga pengembangan SDM.
Di satu sisi, menurut Gandjar, pihaknya akan membuka pintu lebar-lebar pada bank besar untuk masuk pasar ASEAN. Dalam waktu dekat, bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dengan modal inti di atas Rp 30 triliun akan disaring untuk menjadi qualified ASEAN bank (QAB). ’’Yang masuk pasar ASEAN harus yang sudah ready to go. Dalam beberapa hari ini, ada pertemuan intensif dengan bank-bank yang mau masuk ke sana (ASEAN),’’ tuturnya.
BACA JUGA: Produksi Susu Sapi Turun
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menerangkan, seharusnya pihaknya tidak perlu lagi menyuruh perbankan untuk melakukan konsolidasi. Sebaliknya, konsolidasi sudah menjadi kebutuhan. Apalagi, saat ini banyak wacana bahwa bank-bank di negara tetangga seperti Malaysia mulai melakukan konsolidasi. ’’Kalau tidak, kita akan tercecer. Tapi, kita yang paling paham dan siap terhadap kemampuan kita,’’ jelasnya.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetyantono mengatakan, kalau perlu, otoritas keuangan mendesak perbankan untuk melakukan konsolidasi. Sebab, upaya baik untuk peningkatan permodalan ini banyak diabaikan bank. Padahal, ini adalah isu lama sejak dikeluarkan road map arsitektur perbankan Indonesia (API).
BACA JUGA: Modal Kurang Rp 1 T, Bank Harus Konsolidasi
’’Idealnya, di Indonesia ada 70 bank, sekarang masih 119 bank. Lebih baik banknya sedikit tapi ekspansif daripada banyak tapi tak efektif,’’ jelasnya. Bahkan, menurut dia, ada baiknya bank perkreditan rakyat (BPR) yang kini jumlahnya lebih dari 1.500 unit di daerah bisa terkonsolidasi menjadi bank beraset besar. (gal/c17/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Freeport dan Newmont Butuh Satu Smelter Lagi
Redaktur : Tim Redaksi