jpnn.com, JAKARTA - Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-sehari menjadi kunci untuk hidup rukun dan bahagia di Indonesia.
Hal itu disampaikan Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam Webinar Nasional Lintas Agama bertajuk “Kedamaian Dalam Keberagaman” yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta (STT Ekumene Jakarta) pada pada Sabtu (26/6/2021).
BACA JUGA: Generasi Milenial Harus Gunakan Gadget untuk Terapkan Nilai Pancasila
Dalam Seminar secara daring itu, hadir beberapa panelis yaitu Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama Thomas Pentury, Sesepuh Sangma Theravada Indonesia Y.M. Suku Dharmasunho Mahathera, Ketua Sekolah Tinggi Ekumene Jakarta Erastus Sabdono, dan moderator Andreas Wurjanto (Dosen Sekolah Tinggi Ekumene Jakarta).
Acara tersebut diikuti kurang lebih oleh 600 peserta terdiri dari civitas akademika Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta dan pihak-pihak lain dari berbagai kalangan.
BACA JUGA: Sultan DPD RI: Demi Pancasila, Kembalikan Presiden Sebagai Mandataris MPR
Lebih lanjut, Benny panggilan akrab Antonius Benny Susetyo mengajak peserta untuk melihat dalam perspektif bernegara.
“Indonesia adalah negara yang majemuk terdiri dari 714 suku yang hidup berdampingan. Ini adalah realitas,” kata Romo Benny.
BACA JUGA: Romo Benny Ajak Meneladani Nilai Perjuangan Nae Nababan
Dia pun menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila adalah berasal dari nilai-nilai agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia.
“Soekarno menggali Pancasila dari bangsa Indonesia sendiri, bukan dari nilai dan paham dari luar. Indonesia bukan milik satu golongan, agama tertentu tetapi milik bangsa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Itulah yang disadari oleh Soekarno,” ujar Benny.
Menurut Romo Benny, dimensi Pancasila tidak terlepas dari dimensi agama. Pancasila adalah titik temu dari agama-agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Pancasila adalah rumah kita bersama.
Benny pun menyatakan untuk menjaga perdamaian di Indonesia, diperlukan pemahaman oleh para elite politik dan pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan untuk memberikan contoh-contoh dalam pembatinan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara.
Dia juga menegaskan akan pentingnya melakukan dialog demi melahirkan kebijakan yang mencerminkan internalisasi Pancasila sehingga nilai-nilai Pancasila menjadi bagian dari relasi hidup bernegara dan berbangsa.
“Dialog tidak boleh lagi hanya formalitas. Dialog harus melahirkan suatu kebijakan berdasarkan bahwa nilai agama menjadi inspirasi batin, bukan kepentingan politik. Dialog harus membuka batasan-batasan agar tidak menjadi eksklusif,” tegas Romo Benny.
Untuk para peserta, Benny mengajak semua pihak untuk memulai pembatinan dan pemahaman nilai Pancasila lewat keluarga.
Menurut dia, nilai-nilai keluarga mulai hilang tergerus oleh kemajuan teknologi.
“Ingin memberikan damai, mulai dari dalam keluarga. Keluarga harmonis itu dimulai dari pengamalan dan pembatinan nilai-nilai Pancasila, yang juga berasal dari nilai-nilai agama,” ujar dia.
Dia menegaskan agama harus mampu memanusiakan manusia, bergandengan tangan untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan damai.
“Jadikanlah Pancasila bagian dari nilai dasar dari semua umat beragama karena Pancasila adalah titik temu aktualisasi nilai iman kita,” tegas Benny.
Di tempat yang sama, Komaruddin Hidayat menyampaikan bahwa musyawarah mufakat adalah bentuk pengamalan cinta kasih manusia terhadap manusia lainnya.
“Penghargaan atas cinta kasih bisa membuat kita duduk dan bermusyawarah dan jika tidak ada cinta kasih, tidak ada musyawarah. Jika tidak ada musyawarah, bagaimana kita yang berbeda ini saling mengerti?” kata Komaruddin.
Komaruddin menyetujui bahwa Pancasila merupakan titik temu dan formula yang paling baik untuk diamalkan dan dibatinkan di Indonesia.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang akrab disapa Gus Yaqut mengatakan agama adalah perekat bagi semua pemeluknya.
“Agama hadir dan membawa nilai perdamaian dan persatuan. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan perpecahan,” kata Gus Yaqut.
Ketua Umum GP Ansor itu mengatakan Tuhan adalah kebenaran. Artinya melayani Tuhan adalah melayani kebenaran.
Oleh karena itu, baiklah kita selalu jujur dalam keadaan apa pun. Inilah car akita untuk melayani Tuhan. Semoga hasil diskusi ini bisa menjadi kebaikan untuk negara kita,” kata Gus Yaqut.
Sementara itu, Thomas Pentury mendorong perlunya melakukan diskusi antaragama.
“Jika tidak ada dialog antaragama, maka akan terjadi stagnasi dalam peradaban kemanusiaan,” ujar Thomas Pentury.
Dia pun melanjutkan bahwa eksklusivitas hanya melahirkan kekerasan.
“Kalau ada rasa eksklusivitas, maka tidak ada dialog. Tidak ada dialog, maka tidak ada pemahaman bersama antaragama. Tidak ada pemahaman dan pengetahuan antar satu sama lain, maka konflik cenderung terjadi,” ujar Thomas.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich