jpnn.com, JAKARTA - Pengamat menilai kemenangan Taliban di Afganistan dinilai tidak akan memicu aksi terorisme di Indonesia.
Pasalnya, tidak ada bukti-bukti yang mendukung dugaan tersebut.
BACA JUGA: Afghanistan Dikuasai Taliban, Pakar Ingatkan Pemerintah, Sebut Nama Pak JK
“Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan kemenangan Taliban dan kaitan itu dengan aksi terorisme di Indonesia, karena tidak ada bukti empiris kemenangan gerakan di luar negeri memicu aksi terorisme di Indonesia dalam hal ini yang terkait Islam,” kata Imron Byhaqi alias Abu Tholut, WNI yang pernah menjadi petempur di Afganistan pada periode sekitar 1985-1992, dalam acara diskusi yang berlangsung virtual di Jakarta, Sabtu (21/8).
Abu Tholut mencontohkan beberapa kemenangan gerakan Islam di luar negeri, misalnya kemenangan Revolusi Iran pimpinan Ayatollah Khomeini tidak langsung disambut gerakan teror di Indonesia.
BACA JUGA: Baru Berkuasa, Taliban Sudah Bunuh Keluarga Wartawan Asing
Menurut Abu Tholut, aksi teror baru akan terjadi jika ada konflik, kezaliman, penjajahan, dan berita-berita duka.
“Biasanya gerakan kemenangan tidak memicu aksi apa-apa, karena aksi teror misalnya dipicu oleh berita-berita kekalahan, kezaliman, dan berita duka yang menimbulkan empati dan mereka yang punya sumbu pendek dan pikiran berlebihan kemudian berbuat aksi yang negatif,” terang Abu Tholut.
BACA JUGA: Mesra dengan Taliban, China Bakal Dapat Banyak Proyek di Afghanistan
Tidak hanya itu, Taliban pada tahun lalu lewat Perjanjian Doha juga telah berkomitmen tidak akan membiarkan ada gerakan milisi asing, termasuk Al Qaeda beroperasi di Afganistan.
Taliban juga tidak akan membiarkan ada aktivitas yang membahayakan negara lain berlangsung di Afganistan.
Perjanjian Doha merupakan kesepakatan damai yang diteken oleh Taliban dan Pemerintah Amerika Serikat pada 29 Februari 2020 di Doha, Qatar.
Dalam perjanjian itu, AS sepakat akan menarik pulang pasukannya, menutup markas militer, dan mencabut sanksi ekonomi.
Sementara itu, Pengamat Keamanan Internasional Ali Abdullah Wibisono sepakat dengan pandangan Abu Tholut bahwa aksi terorisme biasanya dipicu oleh konflik.
"Aksi terorisme terjadi karena ada konflik dan perpecahan," katanya.
Ali Abdullah yang saat ini juga aktif mengajar di Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia dan Kajian Terorisme SKSG UI mencontohkan serangan teror bom yang terkait dengan Islam terjadi di Indonesia sekitar 2002, sementara kelompok Mujahidin saat itu menang melawan faksi komunisme di Afganistan pada 1994.
Artinya, ada rentang enam sampai tujuh tahun yang memisahkan dua peristiwa tersebut, kata Ali Abdullah.
Dia pun menyebut banyak WNI eks petempur dì Afganistan pada periode 1980-an sampai 1990-an saat kembali ke Indonesia menghabiskan waktunya untuk berdakwah, membina organisasi, dan berbisnis. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia