Pengamat: Hentikan Feodalisme Sistem Pendidikan di Indonesia

Selasa, 15 Juni 2021 – 10:55 WIB
Pengamat dan Praktisi Pendidikan Muhammad Nur Rizal yang juga pendiri GSM. Foto: tangkapan layar YouTube

jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 80 guru seni dan budaya diajak melakukan perubahan paradigma pendidikan. Menurut Pengamat dan Praktisi Pendidikan Muhammad Nur Rizal, seni dan budaya punya ruang yang lebih besar dibanding bidang sains, matematika dan bahasa dalam menerjemahkan merdeka belajar di kelas.

"Potensi SMK di bidang seni budaya sangat besar dan bisa menjadi pionir perubahan pendidikan di masa depan," kata Nur Rizal dalam Diklat Peningkatan Kompetensi Guru Vokasi Penggerak besutan Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya, Senin (14/6).

BACA JUGA: Ahmad Muzani Dorong Pemerintah Berpikir Ulang Menerapkan Pajak Sembako dan Pendidikan

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini menambahkan, corak ilmu seni budaya yang secara fitrah membutuhkan kreativitas dan kebebasan berekspresi menjadi alasan utama SMK di bidang seni budaya menjadi pelopor untuk menghentikan budaya feodalisme pada sistem pendidikan di Indonesia khususnya SMK.

"Jangan sampai atmosfer memerdekakan diri sebagai fitrah pendidikan terbelenggu oleh tuntutan budaya administrasi pendidikan," tegasnya. 

BACA JUGA: Ustaz Yusuf Mansur Soroti Soal Polemik PPN Pendidikan, Begini Katanya

GSM, kata Nur Rizal, hadir untuk mengingatkan dan mengembalikan fitrah akan karakteristik kemerdekaan, kebebasan berekspresi dari bidang seni budaya agar mendominasi kultur pendidikan saat ini. 

Untuk menghilangkan budaya feodalisme, menurut Nur Rizal, terkadang hanya dibutuhkan perubahan mindset dan perilaku guru untuk menerjemahkannya. Tidak perlu sampai pada perubahan kurikulum atau kebijakan yang lebih besar.  

BACA JUGA: Soal Pajak Pendidikan, Prof Zainuddin Sampaikan Pernyataan Keras, Simak

“Budaya feodalisme penting untuk dibongkar secara mendasar karena membunuh kreativitas dan kemandirian untuk beradaptasi terhadap perubahan," ujarnya.

Padahal, lanjut dosen di Universitas Gajah Mada ini, dua kompetensi tersebut sangat dibutuhkan oleh tuntutan kompetensi di masa depan.

Hal ini diperkuat data dari World Economic Forum bahwa 36 persen dunia kerja dan industri akan didominasi pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi untuk memecahkan persoalan yang kompleks.

Sekitar 90 persen kompetensi yang harus disiapkan oleh generasi mendatang adalah penguasaan di aspek softskill dan karakter, bukan konten akademik.

"Akademik yang dibutuhkan ke depan adalah jenis pekerjaan yang memerlukan kemampuan penalaran dan teknik analisis untuk keperluan data saintis dan kecerdasan buatan," jelasnya.

Nur Rizal menawarkan kompas perubahan yang bertujuan menggeser paradigma standarisasi akademik menuju manusia seutuhnya (wellbeing). Kompas perubahan GSM tersebut antara lain adalah perubahan budaya feodalisme menuju budaya yang memerdekakan dan memberdayakan. 

"Dengan perubahan ekosistem ini, guru memiliki ruang dan kesempatan untuk membuat kurikulum sekolah yang lebih dibutuhkan siswa dan kontekstual," terangnya.

Selain ekosistem, tambahnya, kompas perubahan harus terjadi dari penguasaan materi ke penalaran dan analisis. Guru yang tadinya hanya mengajar kurikulum ke guru yang memfasilitasi pengembangan individu. Juga dari ekosistem kompetisi ke ekosistem kolaborasi dan sharing. (esy/jpnn)

 

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler