Pengamat Ingatkan Krisis Ekonomi Intip Indonesia Karena Kenaikan Harga

Rabu, 29 Juni 2022 – 08:34 WIB
Presiden Direktur Centre For Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. Ilustrasi. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) A Deni Daruri mengingatkan krisis di Sri Lanka berpotensi menjalar ke Indonesia.

Untuk itu, Deni Daruri meminta tim ekonomi yang dipercaya Presiden Jokowi harus bekerja keras dan ekstra hati-hati.

BACA JUGA: Dunia Dilanda Krisis Ganda, Pemulihan Ekonomi Mundur Jauh

“Kondisi saat ini, membuat para menteri tidak bisa santai. Semuanya harus kerja keras dan cerdas,” kata Deni, Rabu (29/6/2022).

Namun, Deni mengaku pesimistis dengan kinerja tim ekonomi. Terlalu banyak politikus sehingga lebih mencerminkan bagi-bagi kursi, ketimbang profesionalitas. Sementara tantangannya cukup berisiko.

BACA JUGA: MPR Dorong Perbaikan Ekonomi pada 2022 di Tengah Krisis Global

Menurut Deni, upaya membangun perekonomian yang kuat diperlukan orang yang tepat. Artinya, profesionalisme dalam birokrasi menjadi wajib hukumnya.

“Indonesia perlu kembali ke paham the right man on the right job. Karena masalahnya adalah masalah ekonomi maka perbanyak menteri yang paham ekonomi," tuturnya.

BACA JUGA: Sri Lanka Negara Bangkrut, tetapi Ratusan WNI Memilih Bertahan di Sana ketimbang Pulang ke Indonesia

Dia menyebut caranya sederhana, menjadikan PhD economics lulusan Ivy League atau universitas non-Ivy yang memiliki kaliber yang sama seperti MIT, Berkeley, Davis, dan Stanford.

Jika prinsip the right man on the right job dijalankan Presiden Jokowi, kata deni, maka menteri bidang ekonomi bukanlah burung beo yang mengikuti suara negara lain.

Contohnya Jepang, Bank Sentral Jepang terus menerapkan quantitative easing, sementara bank sentral negara lainnya makin mengetatkan sektor moneter.

Menurut Deni, krisis ekonomi kali ini, berbeda untuk setiap negara. Di mana, sumber inflasi akibat mahalnya biaya (cost push inflation).

Inflasi karena biaya kemungkinan disebabkan oleh kenaikan biaya barang atau jasa penting. Di mana, tidak ada alternatif yang sesuai.

Ketika bisnis menghadapi harga tinggi karena bahan baku, maka pengusaha terpaksa menaikkan harga output.

Salah satu contoh inflasi dorongan biaya adalah krisis minyak era 1970-an, yang oleh beberapa ekonom dipandang sebagai penyebab utama inflasi global.

Padahal, kata dia, inflasi dihasilkan dari kenaikan harga minyak yang dipatok OPEC. Karena minyak bumi sangat penting bagi industri, kenaikan harga yang besar dapat menyebabkan kenaikan harga barang.

Beberapa ekonom berpendapat, kenaikan harga seperti saat ini, menaikkan tingkat inflasi dalam periode yang lebih lama. Karena, ekspektasi adaptif dan spiral harga/upah, sehingga guncangan penawaran dapat memiliki efek yang terus-menerus( stagflation)

Untuk mengatasi hal ini, menurutnya, sangat mudah. Pemerintah harus berorientasi menciptakan sumber energi dengan biaya marginal sebesar nol.

Oleh karena itu, Pemerintah harus mengembangkan sumber energi berbasis matahari dan angin sehingga ketergantungan kepada energi fosil yang harganya meningkat dapat dieliminir.

Langkah kedua, lanjutnya, pemerintah harus menciptakan monopoli alamiah dalam produksi energi fosil dan makanan.

“Terapkan harga sebesar biaya marginal yang paling murah. Untuk menjalankan misi ini, maka Pemerintah dapat mengambil alih semua perusahaan batu bara, sehingga memiliki skala ekonomi yang sangat tinggi,” kata Deni.

Selain itu, pemerintah harus mengambil alih semua usaha perkebunan termasuk kelapa sawit dan produksi CPO-nya, sehingga skala ekonominya menjadi sangat besar," ungkapnya.

Monopoli alami, kata dia, merupakan monopoli dalam industri. Di mana, biaya infrastruktur tinggi dan hambatan masuk lainnya relatif terhadap ukuran pasar. Memberikan pemasok terbesar dalam suatu industri, seringkali pemasok pertama di pasar, keunggulan luar biasa atas pesaing potensial.

Secara khusus, suatu industri adalah monopoli alami jika biaya total satu perusahaan yang menghasilkan output total, lebih rendah daripada biaya total dua atau lebih.

Hal ini sering terjadi dalam industri di mana biaya modal mendominasi, menciptakan skala ekonomi yang besar tentang ukuran pasar. Contohnya, termasuk utilitas publik seperti layanan air, listrik, dan telekomunikasi.

Dalam krisis kali ini, menurut Deni, energi dan produsen makanan juga dapat dilibatkan untuk menekan inflasi dari sisi biaya. Sebab, kelangkaan sumber daya, skala ekonomi, dan cakupan manfaat ekonomi.

Oleh karena itu, kemungkinan perusahaan yang menyediakan satu produk dan layanan atau perusahaan yang secara bersama-sama menyediakan sebagian besar produk dan layanan akan membentuk perusahaan (monopoli) atau sejumlah kecil perusahaan (oligopoli) sangat mungkin terjadi.

Menurutn dia, inflasi dapat dikendalikan ketika biaya marginal untuk memproduksi energi dan makanan dibuat menjadi nol dan menciptakan harga pada biaya marginal yang paling rendah melalui natural monopoli untuk produk energi dan makanan yang tidak dapat diproduksi dengan biaya marginal sebesar nol.

Indonesia mampu melewati krisis ekonomi dunia yang bermodel stagflasi ini, jika menempatkan menteri bidang ekonomi dan investasi, sesuai dengan bidang pendidikan ekonomi yang berkelas dunia.

“Jika awal Orde Baru, banyak menteri yang Phd economics dari Berkeley, maka saat ini tidak ada menteri yang selevel itu. Satu-satunya PhD economics adalah Sri Mulyani, namun ia hanyalah lulusan Illinois,” ujar Deni.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler