jpnn.com - JAKARTA - Pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria menilai, pemerintah harus mengoreksi harga eceran tertinggi (HET) gas elpiji 3 kilogram. Hal itu perlu dilakukan jika pemerintah merasa harus mengurangi subsidi.
Sebab, harga jual di pasaran saat ini memang sangat tinggi. Selain itu, hasilnya juga hanya dinikmati para spekulan.
BACA JUGA: Terbangi 10 Rute ke Tiongkok, Garuda Targetkan Angkut 800 Ribu Penumpang
“Logikanya, menyubsidi harga elpiji 3 kg lebih besar dari yang dibayar oleh masyarakat dapat diartikan bukan sebagai subsidi. Karena subsidi tidak lebih besar dari harga yang dibayar masyarakat. Misalkan harga keekonomian saat ini Rp 10.500/kg. HET elpiji Rp 4.250/kg. Maka pemerintah menyubsidi Rp 6.250/kg. Ini artinya subsidi lebih besar dari harga beli masyarakat,” ujarnya, Senin (23/3).
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) iitu menambahkan, pemerintah harus berani menaikkan harga yang tak pernah terjadi sejak delapan tahun silam. Meski, harga di pasaran lebih tinggi dari patokan pemerintah.
BACA JUGA: Garuda Indonesia Dapat Pinjaman BII-Maybank Rp 13,1 Triliun
“Sepanjang pemerintah mampu menjamin HET yang ditetapkan sesuai harga beli nyata yang harus dibeli oleh rakyat, maka menaikkan harganya saya kira cukup tepat. Contohnya seperti harga BBM, itu sama di seluruh SPBU di Indonesia. Tapi mengapa untuk gas elpiji 3 kilogram bisa berbeda-beda. Bahkan harga yang dibeli masyarakat jauh diatas harga HET. Bayangkan, ada masyarakat yang beli seharga Rp20 ribu per tabung,” tegas Sofyano.
Menurut Sofyano, jika dikalikan Rp 4.250 per kilogram, maka seharusnya harga elpiji 3 kg berdasarkan HET hanya Rp 12.750. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Kemampuan Tim Ekonomi Jokowi Diragukan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina dan PTPN III Bangun PLTGU di Sei Mangkei
Redaktur : Tim Redaksi