Pengamat: Klaim Kerugian Negara di Kasus Timah Diragukan Karena Tak Ada Bukti

Sabtu, 04 Januari 2025 – 17:53 WIB
Suasana sidang korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12). Ilustrasi. Foto: Kenny Kurnia Putra/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun dalam dugaan kasus korupsi di wilayah izin usaha pertambanagan (IUP) PT Timah Tbk, periode 2015-2022 diragukan sejumlah kalangan. Pasalnya, angka jumbo yang digembar-gembor Kejaksaan Agung (Kejagung) sulit dibuktikan kebenarannya.

Salah satu keraguan datang dari pakar hukum pidana Chairul Huda. Menurutnya, kerugian negara yang sudah kadung diumumkan Kejagung ke publik hingga kini belum mampu dibuktikan.

BACA JUGA: Guru Besar IPB Kritik Kejagung: Bisa Bangkrut Jika Semua Dihitung Kerugian Negara

“Saya kira Rp300 triliun mana? Yang namanya Rp300 triliun itu kan tidak terbukti,” kata Huda kepada wartawan, Sabtu (4/1).

Huda menilai Kejagung gagal membuktikan adanya kerugian negara di balik aktivitas penambangan di Kepulauan Bangka Belitung itu.

BACA JUGA: Kasus Korupsi Timah, Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara

Akibatnya, lembaga pemerintah ini harus menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka salam kasus dugaan korupsi timah.

Lima perusahaan yang menjadi tersangka baru dalam perkara tindak pidana korupsi timah diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.

BACA JUGA: Elly Rebuin Nilai Pemerintah Gagal Lindungi Rakyat Babel, Minta Tambang Timah Disetop

Dia menjelaskan upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka jadi cara untuk mengejar nilai kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.

“Karena tidak terbukti itulah sementara dia sudah gembar-gembur dan bagaimana untuk menutupi tersangka dari perusahaan-perusahaan itu,” ucapnya.

“Jadi ini merupakan wujud dari kegagalan Kejagung yang mereka (belum) membuktikan berapa nilai kerugian yang digembar-gemborkan selama ini, di kasus sepertinya Rp300 triliun,” lanjut dia.

Bahkan, langkah Kejagung dipandang sebagai cara agar aset yang sudah disita tidak dikembalikan lagi kepada pihak-pihak yang dari mana barang tersebut disita.

“Iya sebenarnya tidak dibenarkan, ini menunjukkan bahwa cara-cara Kejaksaan Agung ini kan, karena dia melihat hasil pengadilan terhadap terdakwa-terdakwa individu itu kan, tidak seperti yang mereka harapkan,” tutur Huda.

Adapun, asal muasal nilai kerusakan lingkungan dan dijadikan sebagai kerugian keuangan negara bersumber dari hitungan ahli lingkungan asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

Kala itu, Bambang yang dihadirkan Kejagung menyebut kerugian negara yang dikaitkan dengan kasus korupsi timah mencapai Rp271 triliun. Hitungannya didasarkan pada kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan hutan non kawasan.

Setelah itu nilai kerugian naik menjadi Rp300 triliun setelah auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi yang dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan korupsi pengelolaan timah pada 13 November 2024 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Total kerugian yang diperoleh dari penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim Tetapkan Kerugian Lingkungan Kasus Timah Rp271 Triliun


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler