jpnn.com, JAKARTA - Beberapa partai sudah menjalin koalisi seperti Golkar, PPP, dan PAN dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Kemudian Gerindra-PKB yang sudah menandatangani piagam deklarasi kerja sama. Namun, sejauh belum ada calon presiden (capres) yang terdaftar, koalisi masih bisa berubah.
BACA JUGA: Koalisi Ini Tolak Agenda Penempatan TNI Aktif pada Jabatan Sipil
“Koalisi tidak bisa katakan koalisi permanen, karena politik itu the art of possibility, politik kemungkinan, perubahan sampai detik terakhir. Kalau titik temu ideologi, historis, program dan kepentingan poling itu belum ketemu equilibrium, garis normal anta-berapa kepentingan, masih bisa kita katakan koalisi yang rapuh,” kata pengamat Politik dan Kebijakan sekaligus Dosen Ilmu Politik UPNVJ Danis TS Wahidin di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Namun, keberadaan koalisi politik sangat penting dalam iklim demokrasi.
BACA JUGA: Pilihan Rekan Koalisi Makin Sedikit, NasDem Diprediksi Gabung KIB
“Koalisi partai politik adalah hal yang harus dilakukan untuk membangun kebersamaan politik,” kata Danis.
Umumnya, kata dia, model koalisi yang dibangun bernapas nasionalis-religius. Dengan adanya berbagai koalisi ini, dapat dipastikan akan ada 3-4 calon dalam pemilu mendatang.
BACA JUGA: Koalisi Gerindra-PKB Bakal Buat Piagam Deklarasi, Isinya seperti Ini
Mereka adalah calon-calon yang baru, segar, memiliki visi-misi, bukti bahwa kaderisasi, semangat kebangsaan tidak mengalami stagnasi, dan demokrasi berjalan secara dinamis.
Tiap koalisi nantinya akan mengajukan siapa Capres dan Cawapres dan visi misi mereka. Jika Gerindra bersama PKB memunculkan nama Prabowo Subianto kembali turun gelanggang di 2024, berbeda dengan KIB yang lebih mengedepankan pembentukan visi-misi dan program kerja.
“Dalam visi misi itu ditekankan pentingnya politik persatuan. Oleh karena itu, kita menghindari politik yang politik identitas. Kami sengaja mekuncurkan program ke depan, yaitu salah satunya program akselerasi transformasi ekonomi nasional atau disebut PATEN. Jadi, KIB PATEN," tegas Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, kemarin.
Tergantung Capres-Cawapres
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengungkapkan koalisi partai yang telah terbentuk akan terus dinamis sejauh belum ada Capres yang terdaftar secara resmi di KPU. Artinya koalisi partai bisa saja berubah.
“Sepanjang belum ada tokoh yang terdaftar di KPU sebagai peserta Pilpres 2024, maka sepanjang itu juga dinamika koalisi masih belum stabil,” ungkapnya.
Menurut Dedi, KIB menjadi koalisi partai yang paling berisiko mengalami perpecahan. Penilaian itu didasarkan pada belum adanya tokoh potensial dari internal.
"KIB menjadi koalisi yang paling rentan terpecah, hal ini kaitannya dengan belum adanya tokoh potensial terusung, berbeda dengan PDIP yang telah menyiapkan Puan Maharani, atau Gerindra dengan Prabowo," tambahnya.
Dedi menambahkan konstelasi Pemilu 2024 masih belum dipastikan hingga partai atau koalisi mendeklarasikan calon untuk berlaga di Pilpres 2024.
“Untuk itu, 2024 konstelasinya belum pasti, setidaknya sampai 2023 saat partai mendeklarasikan tokoh-tokoh potensialnya," ujar Dedi.
Menurut Dedi, kedinamisan itu juga bisa dilihat dari beberapa partai yang belum mendeklarasikan calon, seperti PDIP dan Gerindra.
“Saat ini sekalipun, termasuk PDIP dan Gerindra, sama-sama belum deklarasikan tokoh capres,” pungkas Dedi.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari